Mal di Jakarta Siap Dibuka di Tengah Pandemi, Sosiolog: Ini Kebijakan Gamang dari Pemerintah
Lifestyle | 20 Mei 2020, 19:42 WIBKOMPASTV - Skenario Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekomonomian adalah pusat perbelanjaan atau mal akan kembali dibuka pada 8 Juni 2020, setelah sebelumnya ditutup sementara selama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jakarta.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menjelaskan, jika tidak ada perubahan jadwal, mal di Jakarta kemungkinan sudah bisa kembali beroperasi sesuai dengan kajian tersebut.
“Tanggal (pembukaan) jika tidak ada perubahan jadwal, maka mal di Jakarta kemungkinan sudah bisa kembali beroperasi pada 8 Juni, sesuai dengan kajian. Sampai dengan saat ini masih berdasarkan kajian Kemenko Perekonomian itu,” ujar Budihardjo ketika dikonfirmasi Kompas.com, Senin (18/5/2020).
Baca Juga: Mal di Jakarta Siap Dibuka, Lala Karmela: Pengunjungnya Wajib Dibatasi
“Itu kan rencana pemerintah, dalam hal ini Kemenko Perekonomian, kami mengikuti dan mendukung saja rencana pemerintah,” kata Budihardjo.
Sebelumnya, Kemenko Perekonomian tengah melakukan kajian awal mengenai skenario pemulihan ekonomi Indonesia dengan mengoperasikan kembali sejumlah sektor yang dibagi ke dalam beberapa tahapan.
Menurut Pakar Sosiologi Ekonomi Universitas Indonesia, Dr. Drs. Ricardi S. Adnan, M.Si., kebijakan terkait mulai dibukanya mal ditengah pandemi, dinilai jadi kebijakan yang gamang dan "salting" dari pemerintah, karena dihadapkan dengan kebiasaan masyarakat yang sulit dibendung jelang lebaran.
"Persoalan pandemi yang kita jalani sejak pertengahan Maret berhadapan antara rasionalitas dengan kebiasaan, budaya dan psikologi individu maupun psikologi massa. Secara rasional, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemprov, hingga Pemerintah Pusat umumnya dilandasi dengan logika rasional. (meski kita tidak bisa pungkiri beberapa kebijakan terkesan bernuansa politis). Nah, banyak masyarakat kini menilai rasionalitas pemerintah menjadi "kacau" baik dari argumentasi ataupun pemahaman di antara pengambil kebijakan. Termasuk di dalamnya mengenai untuk memilih kegiatan ekonomi tetap berjalan ataukah tetap dalam kebijakan semula PSBB," buka Ricardi saat dihubungi KompasTV melalui aplikasi Whatsapp, Rabu (20/5/2020).
Baca Juga: Pasca Viral Membludaknya Pengunjung, Kini CBD Mall Ciledug Ditutup
Menurut Ricardi, masyarakat sudah banyak stres dengan WfH dan PSBB, lalu dihadapkan dengan berbagai tradisi di dalam bulan Ramadhan khususnya menjelang lebaran.
"Kebutuhan berbelanja "untuk membelikan baju baru buat anak" dan belanja lainnya terkait dengan tradisi selama ini menjadi meningkat sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang tidak singkron antara pejabat-pejabat terkait dan dari waktu ke waktu. Alhasil, sebagian masyarakat saat ini banyak bertindak berdasarkan logika masing-masing yang dalam banyak hal lebih emosional ketimbang rasional," lanjutnya.
Ricardi menyebut pemerintah kini harus mengembalikan kepercayaan publik bahwa kebijakan yang diambil adalah suatu kebijakan yang benar dan "firm".
"Jangan terus-terusan menciptakan persepsi di masyarakat bahwa pemerintah pun tidak tahu pasti apa yang dilakukannya," pungkasnya.
Penulis : Ade-Indra-Kusuma
Sumber : Kompas TV