Arti Batik Parang, Dipakai Jokowi di Istana Berbatik, Dipakai Para Raja hingga Tidak Boleh Menyerah
Seni budaya | 2 Oktober 2023, 08:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan batik berwarna cokelat dengan motif parang barong seling kembang udan riris dalam acara "Istana Berbatik" dalam rangka Hari Batik Nasional 2023.
Acara "Istana Berbatik" itu diselenggarakan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu (1/10/2023) malam.
Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi didampingi oleh Ibu Negara Iriana Jokowi yang memakai atasan batik bermotif truntum dan bawahan bermotif parang.
Pagelaran busana itu disebut Jokowi diselenggarakan untuk menunjukkan kebanggaan bangsa Indonesia terhadap batik, menjelang peringatan Hari Batik Nasional 2023 yang diperingati tiap 2 Oktober atau hari ini, Senin (2/10/2023).
Baca Juga: Bersama Jokowi dan Bu Iriana, Lebih dari 500 Peraga Busana Ikut Meriahkan Istana Berbatik
“Batik adalah wajah kita, budaya kita. Dan sebagai sebuah karya seni yang luar biasa di situ ada simbolisme, di situ ada filosofi di setiap motif yang ada. Inilah kebudayaan Indonesia,” tutur Jokowi.
Motif batik parang yang dipakai Jokowi itu lantas menuai sorotan publik. Pasalnya, motif batik tersebut memiliki makna yang mendalam.
Sejarah Batik Parang
Batik dengan motif parang diciptakan oleh salah satu bangsawan Kerajaan Mataram Islam, yaitu Panembahan Senopati.
Panembahan Senopati memiliki nama lain Sutowijoyo yang merupakan putra dari Ki Gede Pemanahan selaku pendiri dari Kerajaan Mataram Islam.
Pada zaman dahulu batik dengan motif parang ini hanya diperbolehkan untuk dikenakan oleh para raja dan keturunannya saja.
Baca Juga: Kumpulan Twibbon Hari Batik Nasional 2023 serta Ucapan dalam Bahasa Inggris dan Indonesia
Melansir kratonjogja.id, batik motif parang adalah salah satu motif batik yang masuk daalam daftar batik larangan Keraton Yogyakarta, atau kadang disebut Awisan Dalem.
Batik larangan adalah motif-motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh memakainya.
Keyakinan akan adanya kekuatan spiritual maupun makna filsafat yang terkandung dalam motif kain batik menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi adanya batik larangan di Yogyakarta.
Motif pada batik dipercaya mampu menciptakan suasana yang religius serta memancarkan aura magis sesuai dengan makna yang dikandungnya.
Oleh karena itu beberapa motif, terutama yang memiliki nilai falsafah tinggi, dinyatakan sebagai batik larangan.
Parang Rusak adalah motif pertama yang dicanangkan sebagai pola larangan di Kesultanan Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1785.
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara, Gramedia, Kratonjogja.id, Kebudayaan.pdkjateng.go.id