Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi, Cerpen Kuntowijoyo yang Masih Relevan hingga Kini
Seni budaya | 25 Juli 2023, 19:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sastrawan sekaligus sejarawan Kuntowijoyo telah meninggal dunia pada 22 Februari 2005 silam. Namun karya-karyanya masih relevan dibaca sampai saat ini. Salah satunya, Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi, kumpulan cerita pendek (cerpen) yang dibuat pada Maret 2003 dan dibukukan oleh penerbit KOMPAS pada 2013.
Dalam cerpen Pelajaran Pertama bagi Calon Politisi itu dikisahkan tentang persaingan antara Sutarjo dan pensiunan tentara berpangkat kapten untuk merebut posisi kepala desa di era Orde Baru. Berbagai kampanye disusun, disiapkan pula penasihatnya. Bahkan, berbagai pertemuan dengan warga pun diagendakan, termasuk ziarah kubur dan bertemu tokoh agama.
Baca Juga: Momen Prabowo Sambut Kunjungan Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko
Sutarjo yang juga tokoh Muhammadiyah itu, sampai harus datang ke kuburan dan bakar kemenyan. Kakeknya dulu adalah lurah yang terkenal pemurah, rendah hati, suka menolong, dan sakti mandraguna. Namun, oleh lawannya, dia dituding tidak "bersih lingkungan" karena disebut ayahnya terlibat G30S PKI.
Sutarjo pun harus mengundang juru potret dan kamerawan TV untuk menunjukkan dia sedang berziarah ke makam kakeknya lengkap dengan taburan kembang dan kemenyan. Ia sudah bertekad: berapa pun habisnya, akan ia bayar. Tujuannya satu: menjadi lurah desa.
Tak lupa pula ada acara pengajian akbar dengan mengundang kiai NU, juga seminar dan sarasehan tentang toleransi khusus bagi anak-anak muda.
Sementara lawannya, seorang mantan tentara, menggunakan strategi lain yang diambil dari masa dinasnya sebagai tentara. Pertama, mengundang tayub dari Rembang untuk berjoget bersama. Kemudian wayangan dengan waranggana yang cantik-cantik. Ketiga, ia menjanjikan sejumlah uang kepada pemilihnya yang kini dikenal dengan sebutan "money politics". Uang itu ia dapat dari dua perusahaan real estat dengan janji izin mendirikan perumahan di bantaran sebuah sungai dan izin membangun perumahan di atas tanah desa dengan hak bangunan.
Keempat, dia menggunakan teori "aman dulu, baru membangun desa." Kebetulan ada dua peristiwa, yaitu tawuran antarpemuda dan petrus (penembakan misterius).
Saat tiba di hari pemunguatan suara, ternyata Sutarjo kalah. Saat dia pergi ke penasihat politiknya, dikatakan, "jangan menyesal. Benar engkau kalah, tapi itu karena engkau jujur, agamis, bersih dan kesatria."
Baca Juga: Kejagung Jawab soal Ada Nama Pejabat dan Politikus yang Hilang di Kasus Korupsi BTS Kominfo
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV