> >

Pameran 38 Tahun Kartun Timun, Parodi Negeri Tikus

Seni budaya | 19 Februari 2023, 18:08 WIB
Kartunis Rahmat Riyadi di depan karyanya di sela-sela pameran bertajuk 38 Tahun Kartun Strip Parodi Negeri Kami di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (19/2/2023). (Sumber: Kompas TV/Iman Firdaus)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Gambar berwarna itu memperlihatkan sebuah ruang pengadilan. Namun semua yang hadir, baik hakim, jaksa, pengacara dan terdakwa, berwajah tikus.

Gambar kartun yang diberi judul "Pengadilan" itu, seperti menggambarkan suasana perdebatan di ruang pencari keadilan. 

Wajah tikus juga muncul pada kartun lain, yaitu saat banyak tikus tewas di tiang gantungan. Tikus-tikus itu rata-rata berdasi.

Timun, yang menjadi sosok sentral dalam kartun ini, berkata dengan wajah senang, "Ternyata.. sudah banyak koruptor yang dieksekusi".

Isteri Timun yang bernama Delima pun menyela dengan wajah takut, "Serem".

Namun di belakang mereka, seorang berpakaian polisi berkata, "Tenang Bu. Ini cuma gambar, Bu. Heheh."

Baca Juga: Demo Presiden 3 Periode, Mahasiswa di Banjarmasin Teatrikal Parodi Bertopeng Jokowi Hingga Luhut

Dari dua kartun strip karya Rahmat Riyadi itu, terungkap sebuah parodi tentang penegakan hukum bagi para koruptor yang banyak diisi canda tawa.

"Padahal pengadilan itu kan serius. Tapi ditampilkan dengan wajah tikus-tikus," katanya saat berbincang dengan KOMPAS TV di sela-sela pameran "38 Tahun Kartun Strip Parodi Negeri Kami" di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (19/2/2023).

Pameran yang berlangsung pada 16-23 Februari 2023 itu menampilkan karya-karya Rahmat Riyadi, yang biasa menggunakan nama Libra dalam setiap kartunnya, selama 38 tahun berkarya di Harian KOMPAS atau sejak 1985 silam.

Waktu yang cukup panjang bagi sebuah pencapaian karya kartun. Dari berbagai kartun yang ditampilkan, terlihat beragam tema. Soal korupsi adalah salah satu yang menggelitik.

Kartun Timun karya Rahmat Riyadi (Sumber: KOMPAS.TV/Iman Firdaus  -)

Dan hampir semua tema korupsi rata-rata ditampilkan dengan wajah tikus. Hal ini memang merujuk pada asosiasi umum di Indonesia di mana koruptor ditampilkan dengan rupa binatang pengerat itu.

Namun tema lain juga tak kalah menarik, misalnya soal sepak bola. Tampak terong, anak dari Timun dan Delima, berusaha menendang bola yang berlogo PSSI.

Namun ketika bola ditendang, bola justru malah pecah dan di dalam lapisan bola itu tersembul sebuah catatan: politik. 

Makna kartun ini cukup mudah ditafsirkan, bahwa sepak bola Indonesia tidak pernah melambung seperti sebuah tendangan, karena para pengurusnya justru malah bermain politik.

Tiga tokoh dalam kartun ini yaitu Timun, Delima dan Terong, mewakili rakyat kebanyakan. Orang-orang lugu, apa adanya dan terkadang konyol.

Namun mereka mewakili rakyat yang selalu jadi korban atau pihak yang terdampak dari sebuah kebijakan. 

Apakah keluarga Timun bisa memaki sebagai bentuk protes atau kekesalan terhadap keadaan?

"Kartun itu harus lucu dan tidak boleh memaki. Dan tidak boleh menyerang perorangan," jelas Rahmat yang kini memasuki usia 75 tahun. 

Baca Juga: 200 Mahasiswa dari Sabang sampai Merauke Jelajahi Desa Kartun Sidareja lewat Wisata Petualangan

Meski semua tema diambil atau menggambarkan kondisi Indonesia saat kartun dibuat, Rahmat tetap menonjolkan sisi humornya.

Untuk menampilkannya dalam bentuk kartun strip setiap minggu di Harian KOMPAS, Rahmat sudah memikirkan tema sejak hari Kamis. Dan itu yang menjadi bahan renungan dan pergulatannya setiap pekan sebelum dibuat.

"Harus ada tema, kalau dari sisi teknik sudah tidak ada masalah," katanya.

Dan menggali tema yang beragam itulah yang membuatnya terus membaca, mengikuti perkembangan selama puluhan tahun bergelut di dunia kartun.

Jebolan fakultas teknik sipil Universitas Atma Jaya ini sudah malang melintang di dunia kartun sejak tahun 1970-an.

Karya-karyanya muncul di berbagai media cetak kala itu, seperti Expres, Indonesia Raya, Majalah Senang, Tabloid Monitor, Majalah Kawanku, dan Gatra.

Di tengah keprihatinan karena jumlah kartunis makin menciut karena salah satunya disebabkan banyak media cetak gulung tikar, Rahmat mengaku masih belum mau pensiun dari dunia kartun.

"Sampai tangan saya sudah tidak mampu lagi," katanya.

Selama berkarya, tangannya selalu sehat. Dia mengaku justru kakinya yang sering bermasalah.


 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU