EduTech, Mengefisienkan Intensitas Pembelajaran lewat Teknologi
Lifestyle | 15 Februari 2022, 10:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Salah satu efek dari pandemi adalah munculnya sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Mau tidak mau, sekolah-sekolah perlu untuk mendigitalisasi sistem operasi mereka agar dapat mengajar murid secara virtual.
Berangkat dari hal itu, edukasi berbasis teknologi (EduTech) sekarang menjadi barang yang esensial bagi para pelajar atau mahasiswa.
Meskipun sebenarnya EduTech bukan tergolong teknologi baru, tapi kini fungsionalitasnya meningkat dan menjadi prioritas. Misalnya, pada masa pandemi ini banyak sekolah yang menggunakan MOODLE untuk memonitor sistem pembelajaran.
EduTech adalah sistem pendidikan modern berbasis perangkat lunak dan keras untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan meningkatkan hasil pembelajaran pelajar.
Penggunaan EduTech diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia yang saat ini tertinggal jauh. Melansir dari Kominfo, berdasarkan IMD World Digital Competitiveness Ranking, Indonesia berada pada posisi 56 dari 63 negara.
Seiring majunya perkembangan teknologi, pengguna EduTech pun semakin meningkat. Gabriella Thohir, Investment Analyst Skystar Capital, dalam siniar OBSESIF mengutarakan bahwa pada jenjang K-12 saja sudah terdapat 50 juta pengguna potensial.
Ditambah lagi dengan jenjang perguruan tinggi yang sudah melek teknologi. Tak ketinggalan pula para tenaga pengajar, seperti guru-guru dan dosen juga telah beralih ke EduTech untuk memonitor proses pembelajaran.
Bahkan pekerja profesional juga menggunakan EduTech untuk kebutuhan kursus dan menambah sertifikasi.
Masa pandemi adalah masa yang tepat untuk perkembangan EduTech. Oleh karena itu, sudah mulai banyak investor yang tertarik dan percaya terhadap sektor ini.
Jokowi Dorong Peningkatan EduTech
Salah satu survei yang dilakukan oleh World Bank Group mengungkapkan bahwa sektor EduTech di Indonesia sedang merangkak naik ke tingkat global.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya media EduTech di Indonesia, seperti Harukaedu (media yang menawarkan gelar universitas online), Ruangguru, dan Zenius (media pembelajaran interaktif untuk siswa K-12 di Indonesia), dan Cakap by Squline (media bimbingan belajar untuk pembelajaran bahasa).
Meskipun memiliki inovasi yang cukup baik, dalam Global Innovation Index—yang mengukur kemampuan inovasi suatu negara—sejak 2018 sampai 2020, posisi Indonesia tidak berubah dan masih berada pada urutan ke-85 dari 131 negara.
Untuk mendukung inovasi tersebut, perlu ditingkatkan intensitas penggunaan EduTech. Seperti dilansir Kompas.TV, Jokowi mengatakan, “Lembaga pendidikan tinggi mau tidak mau harus memperkuat posisinya sebagai edutech institutions. Teknologi paling dasar adalah pembelajaran memanfaatkan teknologi digital.”
Sebagaimana yang kita ketahui, terdapat empat pilar utama dalam mencapai visi Indonesia 2045, yaitu (1) pembangunan manusia dan penguasaan iptek; (2) pembangunan ekonomi berkelanjutan; (3) pemerataan pembangunan; dan (4) pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Untuk sektor EduTech sendiri berada di poin pertama.
Implementasi Teknologi dalam Pendidikan
EduTech sangat berguna untuk memaksimalkan sistem pembelajaran. Selain itu, dana dan tenaga yang dikeluarkan pun lebih minim daripada sistem pembelajaran konvensional.
Pengajar pun juga lebih efektif dalam memonitor proses pembelajaran karena dapat dilihat melalui satu sistem.
Bahkan, nantinya diperkirakan kegiatan dengan sistem daring dan luring, yang sedang kita jalani saat ini, akan terus digunakan. Hal itu dipertimbangkan karena masyarakat juga sudah nyaman melakukan kegiatan secara daring.
Meskipun begitu, implementasi ini masih memiliki kendala bagi pelajar atau pun pengajar yang masih berada di daerah terpencil.
Kendala akses gawai dan internet membuat mereka akan sulit mengikuti pembelajaran dengan sistem EduTech. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan proaktif dalam membantu penyediaan perangkat teknologi yang dapat mendukung proses pembelajaran daring.
Strategi agar EduTech Bertahan Lama
Pastinya, EduTech diharapkan tidak hanya berkembang pada masa pandemi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang matang untuk mempertahankan EduTech dalam jangka waktu yang lama.
Yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan target pasar. Dalam hal ini, orang tua untuk jenjang K-12 sangat penting dipersuasifkan. Kedua adalah tampilan dan fitur yang menarik, serta berbeda dari kompetitor lainnya.
Dengan memiliki dua kelebihan itu, maka pelanggan akan merasa tertarik untuk berlangganan atau memakai EduTech.
Ketiga adalah memberikan promo-promo yang menarik, seperti voucer atau fitur premium yang dapat dicoba terlebih dahulu selama beberapa hari.
Dan yang terakhir adalah harus menentukan harga dengan tepat. Tentunya, harga juga harus disesuaikan dengan kualitas produk yang ditawarkan.
Penggiat sektor EduTech harus memahami kondisi pasar. Usahakan untuk menyediakan layanan belajar yang inklusif dan dapat diakses oleh para pelajar yang rumahnya berada di pelosok.
Selain itu, mereka juga harus aktif menggaet pemerintah agar dapat mempermudah pengaplikasiannya di lapangan.
Pada siniar OBSESIF bertajuk “The Future of Technology in Education”, Gabriella Thohir membagikan pandangannya terkait sektor EduTech yang sedang naik daun pada masa pandemi.
OBSESIF adalah siniar yang membahas seputar dunia wirausaha, startup, dan berbagai soft-skill penting lainnya. Siniar ini tayang setiap hari Sabtu.
Penulis: Alifia Putri Yudanti & Brigitta Valencia Bellion
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV