Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: Nasib Sektor Tekstil dan Ritel Saat PPN Naik 12 Persen di 2025
Ekonomi dan bisnis | 16 November 2024, 14:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menilai, ada sejumlah sektor usaha yang paling terdampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di 2025. Yaitu sektor tekstil, ritel, dan pusat perbelanjaan. Hariyadi mengatakan, sebelum adanya kenaikan PPN 12%, ketiga sektor itu sudah melemah.
”Kelesuan ini sudah mulai terasa sejak semester II tahun 2023 dan masih berlanjut sampai sekarang. Jadi, kalau kebijakan ini dipaksakan, akan semakin drop penjualan. Semestinya ini bisa ditunda sampai indikator konsumsi rumah tangga dan inflasi kita kembali menggeliat,” kata Hariyadi saat dihubungi Kompas.tv, Sabtu (16/11/2024).
Baca Juga: BUMN Karya Akan Merger Jadi 3 Perusahaan, Erick Thohir Tegaskan Takkan Ganggu Proyek Pemerintah
Industri tekstil misalnya yang dilanda badai PHK, akibat anjloknya permintaan ekspor dan kalah saing di dalam negeri oleh produk impor murah dari China.
Kemudian catatan penjualan di sektor ritel yang turun serta pusat perbelanjaan yang lesu. Memang banyak pengunjung tetap datang ke mal, kata Hariyadi, tetapi mereka tidak berbelanja.
Ia menyebut, pemerintah harus menunggu momentum yang tepat untuk menaikkan PPN.
"Saat ini saja, tanpa kenaikan tarif PPN, penjualan di berbagai sektor usaha sudah merosot akibat turunnya permintaan dan lemahnya daya beli masyarakat," ujarnya.
Baca Juga: PPN Naik 12 Persen di 2025, Ekonom Usul Subsidi Kredit Bank hingga Pertebal Bansos
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi rumah tangga terus menurun dalam setahun terakhir atau empat triwulan beruntun. Padahal, konsumsi rumah tangga masih menjadi motor pertumbuhan ekonomi RI.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih di bawah 5 persen, di bawah angka pertumbuhan ekonomi nasional. Konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,47 persen pada triwulan IV-2023; 4,91 persen (triwulan I-2024); 4,93 persen (triwulan II-2024); dan 4,91 persen (triwulan III-2024).
Baca Juga: PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen, Gaikindo Harap Sektor Otomotif Tak Terlalu Terdampak
Selain dari sisi daya beli, pelemahan ekonomi RI juga terlihat dari terus merosotnya data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang dirilis S&P Global. Tercatat, pada Oktober angka PMI manufaktur RI di level 49,2 pada Oktober 2024, sama seperti September 2024. Sebelumnya pada Juli sebesar 49,3 dan Agustus 48,9.
Sehingga sudah 4 bulan berturut-turut angka PMI manufaktur RI bdi bawah batas aman (50) dan mencerminkan lesunya aktivitas produksi industri pengolahan. Seperti diketahui, industri manufaktur atau pengolahan adalah sektor usaha penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar selama ini.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :