> >

Pengamat: Janji Prabowo-Gibran Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Mungkin Tercapai, tapi Banyak Syaratnya

Ekonomi dan bisnis | 9 Oktober 2024, 16:06 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto meninjau langsung progres pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Senin (12/08/2024). (Sumber: BPMI Setpres )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjanjikan pertumbuhan ekonomi 8 persen di masa pemerintahannya mendatang. Prabowo beberapa kali menyampaikan cita-citanya itu di sejumlah kesempatan. Salah satunya saat berbicara di Forum Ekonomi Qatar di Doha, Mei 2024 lalu.

Ia menyatakan, pihaknya sudah berdiskusi dengan pakar dan mengkaji angka-angka terkait pertumbuhan ekonomi. Prabowo yakin janji itu bisa ia realisasikan pada 2 hingga 3 tahun masa pemerintahannya.

"Saya sangat yakin. Saya sudah dialog dengan para pakar. Saya mempelajari angka-angkanya. Saya sangat yakin kami akan dengan sangat mudah meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, dan saya akan berusaha keras melampauinya. Saya memperkirakan itu terjadi dalam 2 sampai 3 tahun," kata Prabowo di Doha pada 16 Mei 2024, seperti dikutip dari Kompas.com.

Prabowo mengatakan, hilirisasi dan industrialiasi jadi salah satu cara untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi itu.

"Dan terakhir kami harus berkonsentrasi mengolah sumber daya alam kami. Kami harus melakukan upaya besar-besaran untuk melakukan hilirisasi, dan juga industrialisasi," tambahnya.

Baca Juga: Janji Prabowo-Gibran Ciptakan 19 Juta Lapangan Kerja di Tengah Badai PHK dan Ancaman AI

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II Thomas Djiwandono yang juga keponakan Prabowo, menyebut target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen bukanlah mimpi. Ia menilai angka itu harus dicapai agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. 

Yaitu kondisi negara berkembang yang tidak bisa naik jadi negara maju karena ekonominya stagnan. Menurut Thomas, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menggali sumber ekonomi baru selain melanjutkan program yang sudah ada dari era Jokowi, seperti hilirisasi dan industrialisasi.

"Mencapai pertumbuhan 8 persen yang ambisius bukanlah mimpi, tetapi sebuah keharusan. Dan untuk melakukannya, kita harus memanfaatkan mesin pertumbuhan baru," ucap Thomas dalam acara The International Seminar and Growth Academy ASEAN di kantornya, Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Dua sumber ekonomi baru yang bisa digarap adalah ekonomi digital dan ekonomi hijau. Kedua sektor itu membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni, yang akan diwujudkan melalui program pendidikan, keterampilan, dan kesehatan.

"Merangkul transformasi digital dan mendorong inovasi akan memungkinkan kita bersaing secara global dan membuka peluang baru bagi semua," sambungnya dikutip dari Kompas.com

Baca Juga: Janji Prabowo Jika Jadi Presiden: Lanjutkan Swasembada Pangan

Pengembangan ekonomi digital dan ekonomi hijau memang menjadi bagian dari misi Prabowo-Gibran untuk mewujudkan visi mereka. Yakni Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.

Dalam dokumen visi misi Prabowo-Gibran yang dilihat Kompas.tv, Rabu (9/10), tertulis target utama pemerintahan keduanya adalah pertumbuhan ekonomi 8 persen dan angka kemiskinan 0,37 persen di 2029.

Pendapatan per kapita Indonesia juga ditargetkan setara negara maju pada 2025, sebesar 5.500 dollar AS. Lalu pada 2029, pendapatan per kapita dipatok sebesar 7.400 hingga 7.670 dolar AS di 2029.

Dalam misi Prabowo-Gibran yang disebut Asta Cita itu, ada beberapa langkah yang terkait dengan pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen, yaitu memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

Kemudian melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan agromaritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi.

Baca Juga: Janji Prabowo-Gibran Jadikan Lumbung Pangan Dunia: Antara Petani Gurem dan Cetak Sawah Baru

Selanjutnya memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda (generasi milenial dan generasi Z), dan penyandang disabilitas.

Lalu melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.

Terakhir, membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pemberantasan kemiskinan.

Sementara itu, ambisi Prabowo-Gibran mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen tampaknya akan menemui banyak tantangan. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di level 5,1 persen pada 2025 hingga 2029, atau selama periode pemerintahan keduanya. 

Dalam laporan yang dirilis 7 Agustus 2024, IMF menyatakan pertumbuhan ekonomi RI akan tetap tinggi dengan inflasi yang terkendali. 

Baca Juga: Janji Prabowo untuk Berantas Korupsi dan Hilangkan Kemiskinan saat Memerintah

Hal itu ditopang oleh peningkatan konsumsi publik dan pertumbuhan investasi, di tengah pelemahan ekspor karena turunnya permintaan global. Kebijakan fiskal yang ekspansif juga akan jadi penggerak ekonomi RI dalam beberapa tahun mendatang.

"Pertumbuhan Indonesia tetap kuat meskipun ada hambatan eksternal, inflasi rendah dan terkendali dengan baik, sektor keuangan tangguh, serta kebijakan umumnya sudah diambil secara teliti dan diarahkan untuk jadi penyangga," tulis IMF dalam laporannya, dikutip dari laman resmi IMF, Rabu (9/10/2024).

IMF menilai, tantangan ekonomi Indonesia datang dari volatilitas harga komoditas, gejolak geopolitik, perlambatan ekonomi mitra dagang utama, serta efek domino kondisi keuangan global seperti tren suku bunga tinggi Bank Sentral AS.

Pemerintah Indonesia direkomendasikan untuk menjaga kebijakan fiskal agar tetap prudent atau penuh kehati-hatian. Tak terkecuali dalam menjaga defisit anggaran maksimal 3 persen dari APBN. 

Indonesia juga disarankan membuat terobosan kebijakan fiskal, dalam hal penerimaan pajak misalnya, untuk menambah pendapatan negara sehingga pemerintah punya ruang lebih luas untuk melaksanakan program-programnya.

Baca Juga: Ekonom UI Sebut Defisit 2025 Bisa Tembus Rp700 T kalau Anggaran Makan Bergizi Gratis Naik

Hal serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti. Ia menuturkan, rendahnya rasio penerimaan pajak jadi tantangan Prabowo menjalankan program-programnya. Sehingga harus lebih selektif dalam melaksanakan program prioritas. 

Esther mengatakan Prabowo harus belajar dari kesalahan-kesalahan yang dibuat Jokowi.

“Rasio penerimaan pajak turun terus tapi belanja naik terus, akhirnya nambah utang. Pembangunan infrastruktur itu oke dalam jangka panjang untuk menjadi driver ekonomi, tapi kan pajaknya turun terus,” kata Esther saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (9/10/2024).

Ia menerangkan, pemerintah saat ini juga kurang tegas saat menjalankan kebijakan perpajakan.

“Contohnya seperti dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), di mana investor yang ada di situ mendapat pembebasan pajak selama mereka membangun infrastruktur di dalam KEK. Namun kenyataannya, mereka mendapat pembebasan pajak tapi infrastruktur tetap dibangun oleh pemerintah,” ungkapnya.

Baca Juga: Kubu Arsjad Rasjid Sebut Pengumuman Susunan Pengurus Kadin Versi Munaslub Langgar Kesepakatan

Di sisi lain, Esther berpendapat target pertumbuhan ekonomi 8 persen mungkin saja tercapai, jika pemerintahan baru menggerakkan empat motor pertumbuhan ekonomi. Yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.

Ia mengatakan, selama ini pemerintahan Jokowi hanya fokus dalam mendorong konsumsi rumah tangga, sehingga tidak maksimal mendorong perekonomian.

Buktinya saat terjadi pandemi Covid 2020, saat Jokowi memberikan banyak insentif untuk mendorong konsumsi seperti insentif pembelian mobil dan bantuan sosial.

Dana ratusan miliar untuk bansos, kata Esther, tidak mengurangi kemiskinan secara signifikan, hanya turun 2-3 persen.

Ia melanjutkan, neraca perdagangan Indonesia saat ini memang surplus dalam 52 bulan beruntun sejak Mei 2020. 

Baca Juga: Susunan Lengkap Pengurus Kadin Versi Munaslub, Ada Nama Arsjad Rasjid hingga Raffi Ahmad

Namun menurut Esther, hal itu disebabkan booming komoditas seperti sawit. Bukan karena meningkatnya volume ekspor Indonesia secara keseluruhan. Investasi yang masuk ke dalam negeri juga belum mampu mendorong pembukaan lapangan kerja.

Pasalnya, investasi yang masuk adalah yang padat modal dan padat teknologi, bukan padat karya. Sementara di saat bersamaan, terjadi pemutusan hubungan kerja besar-besaran sejak awal tahun 2024.

Prabowo-Gibran juga menargetkan rasio penerimaan pajak jadi 16 persen, dari level 10 persen pada 2023. 

Mengutip Kementerian Keuangan, rasio penerimaan pajak atau tax ratio adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) di masa yang sama. Tax ratio menjadi ukuran yang memberi gambaran umum atas kondisi perpajakan di suatu negara.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi tax ratio. Antara lain tarif pajak, tingkat pendapatan per kapita, tingkat optimalisasi tata laksana pemerintahan yang baik, tingkat kepatuhan wajib pajak, komitmen dan koordinasi antarlembaga negara, serta kesamaan persepsi antara wajib pajak dan petugas pajak.

Baca Juga: Syarat Investor Migas Bisa Pilih Skema Gross Split yang Lebih Fleksibel dan Menguntungkan

Untuk mengejar tax ratio 16 persen, Prabowo-Gibran akan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) yang terdiri pajak dan bea cukai, sehingga keduanya akan dipisahkan dari Kementerian Keuangan.

Namun, pembentukan BPN dinilai Esther tidak akan efektif karena akan sama saja dengan Kemenkeu saat ini.

“Selama ini Kementerian Keuangan memang sangat powerful di mana fungsi anggaran, penerimaan negara, dan belanja negara jadi satu. Tapi kalau BPN dibentuk, lembaga itu akan meng-cover pajak dan bea cukai, sementara Kemenkeu hanya jadi bagian pencatatan keuangan dan aset negara,” tuturnya.

Dalam pandangannya, cara yang lebih efektif untuk meningkatkan rasio pajak adalah dengan sikap tegas pemerintah terhadap wajib pajak. Terutama kepada wajib pajak perusahaan dan orang-orang kaya.

Jika penerimaan pajak masih rendah, Prabowo-Gibran juga harus lebih selektif memilih program prioritas mereka.

Baca Juga: Sekjen Gerindra Bocorkan Kabinet Prabowo-Gibran: Ada Menteri Era Jokowi, InsyaAllah Ada dari PDIP

“Sama aja (pembentukan BPN), kenapa mesti dibentuk badan baru. Harusnya pengelolaan pajaknya yang bener. Jangan program IKN iya, makan siang iya, harus dipilih prioritasnya,” katanya.

“Belanja modal pemerintah harus lebih besar dari belanja rutin, seperti gaji pegawai, rapat-rapat yang harus dikurangi. Tapi yang terjadi sebaliknya, (Prabowo-Gibran) malah membentuk kabinet besar, kabinet gemoy,” tandasnya. 

Seperti diketahui, Prabowo-Gibran akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024 mendatang. 

 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.tv/Kompas.com


TERBARU