Tiket Konser Bakal Kena Cukai? DJBC Kemenkeu: Masih Usulan, Belum Masuk Kajian
Ekonomi dan bisnis | 24 Juli 2024, 19:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tiket konser dan sejumlah barang lainnya masuk dalam daftar pra kajian objek cukai, sebagai upaya ekstensifikasi penerimaan negera. Hal itu pun ramai diperbincangkan publik selama beberapa hari terakhir.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heriyanto memberi tanggapan atas isu yang beredar di tengah masyarakat mengenai akan adanya ekstensifikasi cukai.
Ia mengatakan ekstensifikasi cukai adalah perluasan atau penambahan jenis barang yang akan dikenai cukai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, kata dia, wacana tersebut disampaikan dalam kuliah umum di ruang lingkup akademik.
Baca Juga: NEWS OR HOAX | Pajak Bea Cukai Rp 9 Juta Untuk Cokelat Senilai Rp 1 Juta
"Bahasan kebijakan ekstensifikasi cukai itu mengemuka di acara kuliah umum PKN STAN yang mengangkat tema Menggali Potensi Cukai: Hadapi Tantangan, Wujudkan Masa Depan Berkelanjutan," kata Nirwala dalam keterangan resminya kepada Kompas.tv, Rabu (24/7/2024).
"Jadi, sifat kebijakan ekstensifikasi tersebut masih usulan-usulan dari berbagai pihak, belum masuk kajian, dan juga dalam rangka untuk mendapatkan masukan dari kalangan akademisi," tambahnya.
Adapun pihak yang menyampaikan kuliah umum yang digelar pada Jumat (19/7) lalu itu adalah Direktur Teknis dan Fasilitas Ditjen Bea Cukai Iyan Rubiyanto.
Nirwala menjelaskan, pada dasarnya kriteria barang yang dikenai cukai ialah barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi.
Baca Juga: Bea Cukai Aceh Musnahkan 5,9 Juta Batang Rokok Ilegal
Kemudian barang yang pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau barang yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
"Hingga saat ini, barang yang dikenakan cukai baru ada tiga jenis, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau," ujarnya.
Terkait wacana optimalisasi penerimaan negara melalui ekstensifikasi objek cukai, ia menuturkan, proses suatu barang yang akan ditetapkan menjadi barang kena cukai itu sangat panjang dan melalui banyak tahap, termasuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
Baca Juga: Selundupkan Satwa Langka, Aktor dan Produser Film Bollywood Ditangkap Bea Cukai Soetta
Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut.
"Pemerintah juga sangat hati-hati dalam menetapkan suatu barang sebagai barang kena cukai," ucapnya.
Sebagai contoh, pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik, yang penerimaannya sudah dicantumkan dalam APBN, belum diimplementasikan.
"Karena, pemerintah sangat prudent (berhati-hati) dan betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kondisi ekonomi masyarakat, nasional, industri, aspek kesehatan, lingkungan, dan lainnya. Kami akan mendengarkan aspirasi stakeholders, dalam hal ini DPR dan masyarakat luas," lanjutnya.
Baca Juga: Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Masih Berlaku, Gratis Denda PKB dan Bea Balik Nama
Sebelumnya, saat menyampaikan kuliah umum bertajuk Menggali Potensi Cukai di Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN) pekan lalu, Iyan mengungkap alasan tiket konser jadi salah satu barang yang masuk pra kajian pengenaan cukai.
"Ini tiket hiburan, ini sampai sold out, sampai ada konser di Singapura, dan itu dibeli. Dan masyarakat Indonesia saya kira kaya-kaya," ujar Iyan, Jumat lalu, dikutip dari kanal YouTube PKN STAN.
Barang lainnya yang masuk daftar adalah ponsel pintar atau smartphone dan deterjen.
Iyan menyebut deterjen mengakibatkan kerusakan lingkungan dari residunya yang dibuang masyarakat.
Baca Juga: Dihantam Produk China, Pajak Impor Bakal 200 Persen, Siapa Berisiko?
"Pernah terpikir enggak, dialirkan di mana? Ikan di selokan dulu banyak banget, sekarang udah enggak ada lagi," ucapnya.
Barang lainnya adalah tisu, rumah, makanan cepat saji atau fastfood, MSG, serta batu bara.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV