Diprotes Pengusaha, Kemenkeu Sebut Rencana Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China Masih Dibahas
Ekonomi dan bisnis | 5 Juli 2024, 04:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah berencana menerapkan bea masuk sebesar 200 persen untuk barang impor dari China.
Namun, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu menegaskan, rencana itu belum final dan masih dibahas oleh berbagai pihak.
Febrio menjelaskan, rencana bea masuk tersebut bertujuan untuk menjaga agar produksi di Indonesia bisa tetap berjalan dengan baik, di tengah kondisi China yang mengalami kelebihan kapasitas (overcapacity).
Kelebihan produksi di China menyebabkan praktik dumping, di mana harga barang di luar negeri dijual lebih murah dari harga di China.
"Jadi memang terjadi ekspor yang berlebihan dan kadang-kadang juga bisa terbukti bahwa mereka menjual dengan dumping," kata Febrio kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Baca Juga: Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Penggelembungan Harga Beras Impor, Ini Penjelasan Bulog
Pembahasan terkait bea masuk itu dilakukan Kemenkeu bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
"Juga diskusi dengan asosiasi-asosiasi, sehingga kita lihat secara lengkap dari hulu sampai hilirnya nanti kita akan segera putuskan untuk bisa dituangkan menjadi tarif yang disepakati," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
"Ini bukan hanya BKF sendiri. Jadi kalau tata kelolanya, ada masukan dari industri yang bersangkutan, lalu itu dirapatkan, ada dua level rapatnya tim kepentingan nasional yang pertama, lalu terakhir di tim tarif, nanti akan kita putuskan," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, akan mengenakan bea masuk, bahkan dengan nilai hingga 200 persen pada barang-barang asal China, dalam menyikapi persoalan perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Nilai Barang Kiriman PMI dari Luar Negeri Bebas Pajak & Bea Masuk Maksimal 1.500 Dollar AS per Tahun
Perang dagang China dan AS, dijelaskan oleh Zulkifli Hasan, menyebabkan terjadinya "over capacity" dan "over supply" di China, yang membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak mereka.
"Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai Permendagnya. Jika sudah selesai, maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat, Jumat (28/6) dikutip dari Antara.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi meminta Kemendag dan juga kementerian/lembaga agar dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan usaha.
Yakni melalui forum dialog guna penyempurnaan kebijakan dan menghindari semua dampak negatif yang mungkin timbul.
Baca Juga: Kadin Minta Impor Bahan Baku Manufaktur Dimudahkan, kalau Bisa Bea Masuknya Rp0
Kadin juga mengimbau agar Kementerian Perdagangan, tetap mendukung semangat Fasilitasi Perdagangan dan Iklim Kemudahan Berusaha.
Sehingga pertumbuhan kinerja ekspor nasional maupun iklim investasi tetap bertumbuh dan terjaga.
"Kami mendorong agar kebijakan pembatasan impor tidak menyulitkan dunia usaha dan industri dalam mendapatkan bahan baku dan penolong sekaligus di saat bersamaan memastikan iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan penguatan industri bagi daya saing lebih baik," tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/7).
Selanjutnya, Kadin juga meminta adanya peninjauan mendalam terhadap HS Code atau basis klasifikasi barang dan bea masuk yang terdampak pada rencana kenaikan bea masuk ini.
Sehingga penerapan bea masuk ini tepat sasaran dan dampak negatif kebijakan terhadap produktivitas industri dapat dihindari yang juga mendukung peningkatan kinerja ekspor.
Baca Juga: Per 1 Agustus, Rekening BRI Tak Aktif selama 180 Hari jadi Rekening Dormant
Kadin juga mengimbau agar adanya pendampingan dari KPPU untuk melakukan penelaahan kebijakan, sebelum kebijakan tersebut difinalisasi dan disosialisasikan.
Dengan begitu adanya monopoli ataupun penguasaan oleh golongan tertentu (kartel) dapat dihindari.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Antara