> >

Serikat Buruh Ungkap Dampak Potongan Tapera: Potensi PHK hingga Daya Beli Menurun

Ekonomi dan bisnis | 31 Mei 2024, 14:06 WIB
Ilustrasi gaji. (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menilai karyawan swasta sangat khawatir akan rencana pemerintah mewajibkan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pasalnya, menurut Elly, upah yang diterima oleh buruh saat ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Ia mengatakan, rata-rata kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) hanya sekitar 3 persen per tahun, namun potongan iuran Tapera mencapai 2,5 persen.

"Pekerja paling khawatir, satu, dari upah yang mereka terima saat ini kan, kenapa kita turun ke jalan untuk meminta kenaikan upah minimum sebenarnya? Karena upah yang didapatkan sekarang ini tidak cukup, lalu ini akan menjadi ancaman bagi mereka. Rata-rata kenaikan upah itu hanya 3 persen, artinya kalau gaji di Jawa misalnya Rp2 juta, tambah 3 persen itu hanya Rp60 ribu penambahannya, dan mereka harus mengiur sekitar 2,5 persen," kata Elly dalam konferensi pers soal polemik Tapera di Breaking News Kompas TV, Jumat (31/5/2024).

Baca Juga: Tolak Tapera Bersifat Wajib, Presiden KSBSI: dari Mana sih Pemikiran Pemerintah Ini?

Dengan perhitungan tersebut, Elly menilai pekerja semakin tidak bisa memenuhi kebutuhan, terlebih bagi yang sudah berkeluarga.

"Artinya, ini mereka kehidupannya, daya belinya, dan untuk tanggung jawab mereka di family dan untuk kegiatan sehari-hari juga pasti terancam," lanjut Elly.

Sementara itu, di sisi pengusaha atau pemberi kerja, kata Elly, iuran Tapera juga bisa saja berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Seperti diketahui, potongan Tapera sebesar 3% dengan rincian pihak yang membayar adalah 2,5 persen dari Pekerja; dan 0,5 persen dari Pemberi Kerja.

"Dari pengusaha, saya kira dengan beban ini mereka akan bisa saja alasannya, oh kami ini ajalah habisin dulu ini apa namanya PHK dulu beberapa karyawan ini karena kami tidak sanggup," ucap dia.

Baca Juga: Apindo Bicara soal Perwakilan Buruh dan Pengusaha di BP Tapera, hingga Buka Opsi Judicial Review

"Mungkin bagi pemerintah sangat sederhana, tapi bagi buruh yang mayoritas bekerja di padat karya, ini sangat menganggu sekali. Dan saya khawatir, sebelum ini diundangkan, dari pihak pengusaha sudah ada ancang-ancang mana dulunya pabrik yang ditutup karena tidak sanggup," lanjutnya.

Elly mendesak pemerintah untuk membatalkan atau setidaknya merevisi Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.

Kepesertaan Tapera diatur dalam Pasal 7 UU 4/2016, yaitu setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit upah minimum wajib menjadi peserta. Pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum dapat menjadi peserta.

"Pemerintah membatalkan atau setidaknya merevisi yaitu Pasal 7, ya. Yang wajib itu menjadi sukarela. Siapa sajalah kalau Anda memang mau nabung di Tapera, ya silakan, atau kalau Anda mau dapat rumah di Tapera, ya silakan," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani tak menampik jika potongan iuran Tapera 0,5 persen akan menambah beban baru bagi pengusaha.

"Aturan Tapera terbaru ini tentunya akan menambah beban baru bagi pemberi kerja maupun pekerja. Saat ini pungutan yang ditanggung itu, hampir 18,24 persen sampai 19,7 persen," ucap Shinta.

"Nah, ini ada apa saja? Ada Jamsostek, JHT, Jaminan Kematian, Kecelakaan Kerja, Pensiun, Jaminan Sosial Kesehatan, ada macam-macam. Jadi kalau misalnya ada penambahan lagi, maka bebannya akan semakin berat. Dan juga dengan kondisi yang ada saat ini seperti melemahnya permintaan pasar dan lain-lain, tentunya akan mempengaruhi kondisi yang ada," urai Shinta.

Kendati demikian, ia menekankan bahwa yang menjadi permasalahan yakni konsep tabungan Tapera yang seharusnya bersifat sukarela.

"Kalau tabungan itu, harus konsepnya, sebenarnya sukarela," ungkap dia.

 

Penulis : Dian Nita Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU