10 Juta Gen Z Menganggur, Menaker Ungkap Pendidikan dan Kebutuhan Industri Tidak Link and Match
Ekonomi dan bisnis | 23 Mei 2024, 06:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengungkap penyebab hampir 10 juta Generasi Z menjadi pengangguran saat ini.
Gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2012.
Menurut Ida, angka tersebut didapat dari data Gen Z yang saat ini sedang mencari pekerjaan atau pengangguran, karena baru lulus SMA/SMK atau lanjut kuliah.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun, Gen Z) berstatus menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training/NEET).
Jumlah Gen Z yang menganggur ini mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.
"Mereka yang pengangguran itu kebanyakan adalah generasi Z ya. Mereka yang rentang usianya 18-24 tahun, yang selesai lulus SMA, SMK atau mereka lulus perguruan tinggi. Dan rata-rata mereka adalah posisinya kalau 18 tahun biasanya posisinya adalah mencari pekerjaan atau meneruskan kuliah," kata Ida kepada wartawan di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Baca Juga: Viral Antrean Pelamar Kerja di Warung Seblak hingga ke Jalan, Gen Z Makin Susah Cari Kerja
Ia mengakui, fakta tersebut menjadi tantangan untuk pemerintah.
Ida menyebut banyaknya lulusan SMA/SMK yang menjadi pengangguran lantaran ketidakesesuaian antara pendidikan dan kebutuhan pasar tenaga kerja.
"Ini tentu menjadi tantangan bagi kita semua karena ternyata kalau kita dalami data kita lulusan SMA/SMK, terutama SMK itu menyumbangkan pengangguran kita. Kenapa terjadi begini? Karena di antaranya adalah tidak terjadi link and match," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Ia menyampaikan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengembangkan Pendidikan vokasi lewat Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.
Pemerintah banyak melibatkan dunia usaha untuk melatih lulusan SMA/SMK agar siap kerja sesuai dengan kebutuhan industri.
"Kita juga terus lakukan sinergitas itu dengan dunia pendidikan. Kita pertemukan semua stakeholder ini dalam ekosistem ketenagakerjaan yaitu melalui Siap Kerja, Sistem Layanan Informasi Ketenagakerjaan, ini dibangun di Kementerian Ketenagakerjaan," terangnya.
Baca Juga: Mantan KSAU jadi Komisaris Utama Garuda, Ini Susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Terbaru
Faktor lain yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Gen Z adalah turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal.
Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas terhadap data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Februari tahun 2009, 2014, 2019, dan 2024 menunjukkan adanya tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal.
Pekerja sektor formal yang dimaksud adalah mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum.
Selama periode 2009-2014, lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyerap sebanyak 15,6 juta orang.
Jumlah ini menurun menjadi 8,5 juta orang pada periode 2014-2019, dan kembali merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang saja.
“Hal ini menunjukkan bahwa peluang masuk pasar kerja formal di Indonesia kian sulit, termasuk oleh lulusan baru (fresh graduate),” demikian dikutip dari Kompas.id, Rabu (22/5/2024).
Baca Juga: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, Pengangguran Turun ke Level PraPandemi
Dalam laporannya, Harian Kompas juga menyebut generasi Z (lahir 1997-2012) lebih sulit mencari kerja.
Data Sakernas Agustus 2017 dan Agustus 2022 memperlihatkan adanya penurunan jumlah serapan kerja dan penambahan durasi mendapatkan kerja yang dialami lulusan baru di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Dalam Sakernas, waktu kelulusan dan masa tunggu mendapatkan pekerjaan, dihitung sejak pelaksanaan survei pada bulan Agustus hingga setahun ke belakang.
Sebagai contoh, pada periode September 2016 hingga Agustus 2017, ada 5,8 juta orang yang lulus di semua jenjang pendidikan.
Sebanyak 1,2 juta orang atau 21,9 persen di antaranya diterima kerja sebagai pegawai/buruh di sektor formal.
Baca Juga: Gobel: Solusi Tuntaskan Kemiskinan di Indonesia Bukan Bansos dan BLT, tapi Ciptakan Lapangan Kerja
Sementara jumlah lulusan selama periode September 2021 hingga Agustus 2022 naik menjadi 7,1 juta.
Tetapi dari jumlah itu, hanya 967.806 orang atau 13,6 persen di antaranya yang diterima bekerja di sektor formal.
“Dengan demikian, mereka yang lulus pada 2022 atau masuk dalam kategori Generasi Z, tidak semudah generasi sebelumnya, yakni Generasi Y atau milenial (1981-1996) dalam mendapatkan kerja di sektor formal,” tulis Harian Kompas.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Antara, Kompas.id