Viral Antrean Pelamar Kerja di Warung Seblak hingga ke Jalan, Gen Z Makin Susah Cari Kerja
Ekonomi dan bisnis | 22 Mei 2024, 21:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah video yang memperlihatkan antrean pelamar kerja di sebuah kedai makanan ramai dikomentari warganet di Instagram. Mengutip unggahan akun @undercover.id, terlihat pelamar kerja sedang antre untuk mendaftar di sebuah warung seblak yang baru buka.
Video itu diunggah pada Selasa (21/5/2024) dan sudah mendapat ribuan Like serta mendapat lebih dari 3.900 komentar. Dari video tersebut terlihat para pelamar masih berusia muda.
“Pelamar kerja di sebuah warung seblak terlihat membludak memadati area jalanan. Diduga kejadian tersebut terjadi di warung seblak di kawasan Ciamis, di video tampak antri panjang mengular para pelamar kerja tenteng map coklat,” tulis akun @undercover.id seperti dikutip pada Rabu (22/5/2024).
Warganet banyak berkomentar tentang betapa sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Tetapi banyak juga yang menilai bahwa sebenarnya banyak lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun, tingginya kualifikasi yang diminta membuat para calon pelamar tidak lolos.
“sebenernya yg nyari pekerja dan yg nyari kerja sama banyaknya, cuma yg jadi masalah kadang kriteria perusahaan tidak sesuai sama kebnyakan pelamar, dan pelamar jg kadang tidak sadar kualitas dirinya,” tulis akun @ga**.*g.
Baca Juga: Gobel: Solusi Tuntaskan Kemiskinan di Indonesia Bukan Bansos dan BLT, tapi Ciptakan Lapangan Kerja
“Ya Allah susahnya cari kerja yaa, skrg kerja di pabrik pun hrs pake uang kalo gak pake uang gak akan bisa masuk :'),” ujar pemilik akun @m*_**on_92.
“Kasian itu kalau seperti itu, padahal merekrutnya juga g bakalan sebanyak itu,” sebut akun @prakar**.*ndonesia.
Ada juga warganet yang menyinggung peranan 'orang dalam' dalam bursa kerja saat ini. Sehingga, saat orang luar mencoba melamar sebuah pekerjaan, mayoritas akan tersingkir oleh calon yang dimiliki 'orang dalam'.
“Ingat Lowongan kerja itu banyak tidak di siarkan karna udah keduluan org dalam titipan bapaknya lah, pamannya lah, ponakannya lah, maka dari itu perbanyak relasi dan jaga silaturahmi serta jaga nama baik karna itu yg utama,” tutur akun @sa*_**alad.
“Lapangan kerja itu luas, yang bikin terlihat sempit itu karena kualifikasi/syarat untuk bekerja yang sangat tinggi atau bahkan tidak masuk akal, tetap semangat para pencari kerja,” sebut akun @bapa**.*avin.
Baca Juga: Jokowi Kaget Lulusan S2 dan S3 Sedikit di Indonesia, Pengamat: Lapangan Kerja Banyak yang Tak Butuh
Berdasarkan Analisis Tim Jurnalisme Data Kompas terhadap data mikro Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS), disebutkan jika Generasi Z atau Gen Z yang lahir pada 1997-2012 lebih sulit mencari kerja dibanding milenial. Lantaran, lapangan pekerjaan di sektor formal semakin menurun, salah satunya disebabkan pandemi Covid-19.
Dari data BPS, masih ada pencari kerja dari kelompok Generasi Z yang pendidikan tertingginya SMP, termasuk yang tidak tamat SD dan lulus SD. Jumlahnya pada 2022 sebesar 15,2 persen dari seluruh pencari kerja yang lahir pada periode 1997-2012.
Proporsi pencari kerja Generasi Z dengan latar belakang pendidikan tertinggi SMP tersebut bahkan lebih besar ketimbang Gen Z pencari kerja dari lulusan perguruan tinggi (12,1 persen). Hanya Gen Z lulusan SMA dan SMK yang jumlahnya lebih besar, yakni 72,5 persen dari total pengangguran pencari kerja berusia Gen Z.
Generasi Z lulusan SD dan SMP ini menyumbang angkatan kerja Indonesia yang memang masih didominasi oleh lulusan sekolah menengah pertama ke bawah, yakni 55,4 persen pada tahun 2022. Artinya, ada 79,6 juta orang berpendidikan paling tinggi SMP dari total angkatan kerja 143,7 juta orang.
Angkatan kerja adalah mereka yang bekerja atau pengangguran, dan tidak termasuk yang masih bersekolah atau mengurus rumah tangga.
Baca Juga: BPJS Watch Sebut Pasien Bisa Sulit Dapat Kamar saat KRIS Berlaku, Ada Oknum RS yang Membatasi
“Dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan yang rendah, tingkat kompetisi lulusan SMP/SD untuk langsung mendapat kerja di sektor kerja formal dalam setahun setelah lulus hanya 2,9 persen, berdasarkan analisis data mikro Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2022,” tulis Kompas.id dalam laporannya, dikutip Rabu (22/5).
Sebagai perbandingan, lulusan SMK menyumbang sekitar 24 persen dari total fresh graduate yang mendapat pekerjaan formal. Adapun lulusan perguruan tinggi menyumbang proporsi terbesar, 54,3 persen.
Selain lulusan SMP/SD yang mendominasi, struktur angkatan kerja juga diisi oleh lulusan SMA/sederajat (32,4 persen) dan lulusan diploma IV dan S-1 (12,1 persen).
Komposisi angkatan kerja Indonesia yang seperti ini dinilai menjadi tantangan di tengah iklim investasi dan pembukaan lapangan kerja yang kian lama membutuhkan tenaga kerja berketerampilan tinggi.
Kondisi ini juga yang dirasa semakin mendorong pertumbuhan sektor informal Indonesia kian tumbuh di tengah menyusutnya penyerapan sektor formal.
Baca Juga: Baru 30 Persen RS Swasta yang Siap Terapkan KRIS, Asosiasi: Kami Senang kalau Ada Insentif
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, solusi utama penyediaan lapangan kerja untuk pencari kerja lulusan SD dan SMP adalah pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri atau disebut tailor-made training (TMT).
Program ini bertujuan untuk memberikan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Dalam implementasinya, pemerintah melakukan survei untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor industri.
Untuk itu, Kemnaker bekerja sama dengan berbagai lembaga pelatihan, baik milik pemerintah (BLK pemerintah), swasta, maupun perusahaan, untuk menyediakan program-program pelatihan yang relevan.
Dengan demikian, lulusan SD dan SMP dapat memperoleh keterampilan yang lebih spesifik dan sesuai dengan permintaan industri sehingga meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi.
”Inisiatif ini diharapkan dapat mengubah kondisi tenaga kerja lulusan SD dan SMP dari sekadar pekerja dengan keterampilan dasar menjadi tenaga ahli di bidang tertentu,” terang Anwar seperti dikutip dari Kompas.id.
Dengan adanya program-program pelatihan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan daya saing angkatan kerja Indonesia, khususnya bagi mereka yang hanya memiliki pendidikan dasar, di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas.id