> >

Rupiah Melemah Lagi, Presdir BCA Sebut Permintaan terhadap Dolar AS Sedang Tinggi

Ekonomi dan bisnis | 23 April 2024, 10:37 WIB
Ilustrasi. Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Selasa (23/4/2024) pagi. (Sumber: Brookings Institution)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Selasa (23/4/2024) pagi.

Kurs rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi turun 7 poin atau 0,04 persen menjadi Rp16.244 per dolar AS, dari penutupan perdagangan Senin (22/4) sebesar Rp16.237 per dolar AS.

Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja menilai, banyak hal yang menyebabkan pelemahan rupiah saat ini. Bukan hanya karena faktor data ekonomi AS dan konflik Iran-Israel. 

Jahja menilai, permintaan terhadap dolar AS sepanjang Januari-Maret 2024 sangat tinggi karena persiapan yang dilakukan para pengusaha untuk menghadapi Hari Raya Idul Fitri.

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Naik, Capai 407,3 Miliar Dolar AS pada Februari 2024

Pelaku usaha biasanya membutuhkan bahan baku untuk produksi jelang Lebaran sehingga kebutuhan impor juga ikut meningkat.

Jahja juga mengingatkan perusahaan-perusahaan besar banyak yang melakukan pembagian dividen di kuartal pertama sehingga sebagian dividen tersebut mengalir ke investor luar negeri.

"Di samping itu kita lihat kemarin ada juga dump (dumping)  dari investor luar negeri ke saham maupun ke obligasi kita, sehingga itu juga berdampak. Artinya kalau mereka dump itu, ada penarikan dolar ke luar," kata Jahja dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/4). 

Setelah Lebaran usai, ia juga berharap supply-demand terhadap dolar AS dapat kembali seimbang. Dengan demikian, nilai tukar rupiah bisa menguat.

Baca Juga: Erick Thohir Bantah Instruksikan BUMN Borong Dolar AS di Tengah Pelemahan Rupiah

"Dan kalau dilihat dari masyarakat, apalagi sekarang, tidak gampang untuk jual dan beli mata uang asing, terutama USD. Untuk amount kecil mungkin iya. Tapi untuk amount besar yang mempengaruhi market, saya rasa untuk individual players itu hampir tidak ada," ujarnya. 

Terpisah, Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta pemerintah untuk memitigasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Hal itu diperlukan untuk mengantisipasi eskalasi konflik di Timur Tengah yang tidak berhenti atau bahkan semakin bergejolak. Selain itu, mitigasi perlu untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia jika menembus 100 dolar AS per barel.

"Pelemahan rupiah akan membuat harga beli minyak kian tinggi. Akhirnya, industri dan rumah tangga akan menanggung kenaikan harga. Pada ujungnya harga naik, rakyat kian tertekan. Ini adalah konsekuensi nyata dari kenaikan harga komoditas dan pelemahan rupiah sekaligus,” tutur Syarief dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/4). 

Baca Juga: Airlangga Sebut Pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS Tak Sedalam Malaysia hingga China

Politisi Partai Demokrat itu juga menyoroti posisi utang luar negeri yang cukup besar saat ini, yakni menembus angka 407,3 miliar dolar AS per Februari 2024.

Selain itu, ia mengatakan bahwa jatuh tempo utang yang mendesak dapat menguras cadangan devisa, termasuk intervensi pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 

Syarief mengatakan pemerintah perlu memastikan kemandirian ekonomi karena semakin dibutuhkan dan relevan untuk menghadapi gejolak global yang tidak berkepastian.

"Hilirisasi dan industrialisasi adalah kebijakan yang sudah sangat tepat dan harus dilanjutkan. Peningkatan nilai tambah komoditas akan menambal cadangan devisa, dan ujungnya memperkuat fundamental ekonomi," terangnya. 

"Jika ini berkelanjutan, maka gejolak perekonomian global tidak akan begitu berdampak pada stabilitas ekonomi nasional. Saya kira sangat penting untuk pemerintahan mendatang,” tambahnya. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU