> >

Jelang Lebaran, Pengajuan Pinjaman Online oleh Masyarakat Meningkat 13 Persen

Keuangan | 31 Maret 2024, 14:31 WIB
Ilustrasi. Jelang Lebaran, pengajuan pinjaman online oleh masyarakat semakin meningkat. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jumlah masyarakat digital savvy atau melek digital yang memilih opsi mengambil pinjaman meningkat sebesar 13 persen, atau sebanyak 35 persen dari mereka berencana berutang untuk mengantisipasi kebutuhan ekstra selama mudik Lebaran.

Hal itu terungkap dalam studi survei bertajuk Jenius Study: Perilaku Masyarakat Digital Savvy selama Ramadan & Jelang Idul Fitri 2024 yang dilakukan pada 28 Februari-18 Maret 2024. Jenius sendiri merupakan salah satu produk perbankan dari Bank BTPN. 

Survei ini melibatkan 233 responden berusia 17-40 tahun dari berbagai wilayah Jabodetabek dan non-Jabodetabek, seperti Bandung, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Medan, Palembang, Makassar, Manado, hingga Aceh.

"Menurut hasil survei, sebanyak 35 persen dari mereka berencana mengambil pinjaman selama bulan Ramadan 2024 untuk berbagai keperluan, di antaranya untuk menyambut Lebaran (60 persen), modal usaha (46 persen), dan renovasi rumah (18 persen)," kata Digital Banking Partnership Head Bank BTPN Febru Rusli seprti dikutip dari Antara, Minggu (31/3/2024). 

Febru menjelaskan, terdapat pergeseran alokasi Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun 2024 dibanding dengan 2023.

Baca Juga: Bandara Dhoho Siap Beroperasi 100 Persen, Ditargetkan Bisa Layani Arus Mudik Lebaran 2024

Tahun lalu, mayoritas digital savvy (41 persen) fokus menabung THR, sementara 40 persen menggunakan THR untuk belanja kebutuhan Ramadan, dan 19 persen lainnya memilih menginvestasikan THR mereka.

Kini, alokasi THR untuk belanja keperluan Ramadan naik 12 persen menjadi 52 persen, sedangkan porsi menabung dan berinvestasi masing-masing mencapai 29 persen dan 19 persen.

Perubahan cara mengelola THR pun sejalan dengan 58 persen masyarakat digital savvy yang merasa pengeluaran mereka berpotensi meningkat pada Ramadan tahun ini.

Adapun alokasi pengeluaran tersebut terbagi menjadi beberapa keperluan. Seperti membeli baju baru (43 persen), mudik (30 persen), zakat dan sedekah (30 persen), membeli makanan sahur dan buka puasa (29 persen), serta acara buka puasa bersama (29 persen).

"Selain untuk keperluan Ramadan, masyarakat digital savvy juga menggunakan THR untuk melunasi cicilan atau utang, modal bisnis, liburan, renovasi rumah, dan membeli gawai atau barang elektronik lainnya," tuturnya.

Baca Juga: AFPI Tegaskan Sekeluarga Diduga Bunuh Diri Lompat dari Apartemen Penjaringan Tak Punya Utang Pinjol

Sebelumnya, Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengimbau masyarakat untuk memahami kebutuhan dan bijak dalam menggunakan platform peminjaman dana online (pinjol), seiring dengan meningkatnya tren pinjam dana pada platform tersebut menjelang Hari Raya Idul Fitri.

“Kami selalu menyampaikan untuk jangan berlebihan dan gunakan platform untuk sesuatu yang perlu-perlu saja, pahami kebutuhan dan jangan utamakan keinginan,” ujar Direktur Komunikasi Korporat AFPI Andrisyah Tauladan pada jumpa pers, di Jakarta, Kamis (21/3) lalu. 

Platform peminjaman dana online atau yang disebut financial technologi (fintech) lending platform (platform pinjaman teknologi keuangan) atau juga peer-to-peer (p2p) lending, menurut Andrisyah, selalu disibukkan dengan meningkatnya pinjaman menjelang Lebaran. 

Tren tersebut umumnya meningkat lebih dari 10 persen menjelang hari raya terbesar di Tanah Air itu.

Meski proses pinjaman mudah, Andrisyah mengimbau masyarakat untuk bertanggung jawab ketika menggunakan platfom peminjaman dana online, utamanya untuk membayar pinjaman tepat waktu.

Baca Juga: Satgas PASTI Blokir 233 Pinjol Ilegal dan 78 Pinjaman Pribadi selama Januari 2024

“Jangan utamakan keinginan, untuk beli baju Lebaran atau tiba-tiba ingin beli handphone baru, tapi bukan untuk mendukung produktivitas, misalkan kalau untuk ojek online dia butuh handphone baru untuk produktif, kalau hanya untuk gengsi, jangan. Bertanggungjawablah dalam meminjam dan membayar,” ujarnya. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar mengatakan, sebenarnya platform fintech lending sangat membantu masyarakat untuk menutupi kebutuhannya.

Namun, ia mengingatkan masyarakat untuk mampu memahami porsi kemampuan diri untuk membayar dan bijak saat meminjam dana.

Dengan literasi keuangan yang baik, Entjik yakin masyarakat dapat membuat keputusan yang cerdas dalam memanfaatkan solusi platform tersebut.

“Dalam menghadapi dinamika industri fintech lending di Indonesia, penting bagi kami untuk terus memberikan pemahaman yang kuat terkait edukasi literasi keuangan bagi masyarakat. Kami yakin dengan mendapatkan wawasan yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang cerdas dalam memanfaatkan solusi platform ini,” terangnya. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kondisi lanskap fintech yang tercatat pada Januari 2024, terdapat sekitar 1,2 juta pengguna transaksi lender (pemberi pinjaman), 123,45 juta borrower (peminjam) yang mengakses kredit, lebih dari Rp785 triliun jumlah pinjaman yang telah terdistribusi ke pengguna, dan 101 jumlah fintech yang terdaftar dan diawasi oleh OJK.

 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Antara


TERBARU