> >

Harga Beras Naik, Ombudsman Sebut Ada Faktor India Naikkan Pajak Ekspor

Ekonomi dan bisnis | 29 Februari 2024, 10:31 WIB
Ilustrasi. Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengungkap ada beberapa hal yang menyebabkan harga beras melambung saat ini. Salah satunya adalah kebijakan India yang menaikkan pajak ekspor beras jadi 20 persen. (Sumber: Bulog)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengungkap ada beberapa hal yang menyebabkan harga beras melambung saat ini. Salah satunya adalah kebijakan India yang menaikkan pajak ekspor beras jadi 20 persen.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan penyebab pertama naiknya harga beras adalah produksi dalam negeri yang berkurang. Di mana beberapa sentra produksi padi di Jawa mengalami gagal panen.

"Jadi harga beras sekarang tinggi penyebabnya adalah karena permasalahan produksi," kata Yeka di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (28/2/2024), seperti dikutip dari Kompas.com

Yeka mengaku meninjau langsung ke Indramayu, salah satu sentra produksi beras di Jawa Barat. Menurutnya, di beberapa kecamatan di Indramayu, gagal panen saat musim tanam gadu pada Oktober 2023. 

Baca Juga: Catat, Ini Daftar Bansos yang Cair Maret 2024, Ada BLT Rp600.000 hingga Beras 10 Kg

Pasalnya, ada pembangunan bendungan di Indramayu yang akhirnya membuat 5 desa gagal panen. 

Gagal panen juga disebabkan serangan hama tikus maupun wereng hingga kekurangan air sehingga tanaman rentan terhadap penyakit. 

Penyebab kedua, adanya faktor musiman setiap Desember dan Januari yang membuat harga beras naik. 

"Setiap tahun memasuki Desember-Januari pasti harga beras naik," ujar Yeka. 

Namun harga beras sekarang terlalu tinggi meski sudah masuk penghujung Februari. Ia menyebut hal itu sebagai sesuatu yang di luar batas kewajaran.

Baca Juga: Reaksi Ketua Badan Pangan Ketika Praktik Kartel Mafia Beras Dibahas oleh Anggota DPR Fraksi PKB

Yeka menyampaikan, pada Februari 2023, harga gabah hanya sebesar Rp5.000-6.000 per kilogram. Sementara pada Februari 2024, harga gabah sudah mencapai Rp8.300 per kilogram.

"Kalau sekarang start di Februari Rp8.300, nanti September bisa berapa harga gabah? Nah berarti jadi persoalan serius terkait masalah produksi ini," ungkapnya. 

Penyebab ketiga, kebijakan India sebagai salah satu produsen beras dunia, yang menaikkan pajak ekspor menjadi 20 persen. Kebijakan itu membuat harga beras global menjadi tinggi.

Impor beras RI dari India memang sedikit, hanya sekitar 200.000 ton. Total ekspor beras India juga hanya 6 persen dari pasokan global.

"Beras kita dari India itu sedikit jadi nothing sebetulnya. Tapi India juga kan ekspor ke tempat lain. Begitu India naikkan (pajak ekspor), itu mengguncang pasar internasional," terangnya. 

Baca Juga: Penyaluran Bantuan Beras Tidak Merata Warga Suprau Palang Kantor Lurah

Sebelumnya, Yeka menilai seharusnya bantuan beras 10 kg tidak diberikan sekaligus atau dengan cara dirapel. Dalam kondisi harga beras mahal seperti ini, bantuan beras harusnya diberikan setiap bulan.

Ia menyebut kalau bantuan pangan diberikan dengan dirapel, tidak akan bisa menurunkan harga beras seperti yang terjadi saat ini.

“Betul itu bantuan pangan harus digelontorkan, tapi please jangan dirapel agar pasar itu bisa membaca ketegasan pemerintah. Karena kalau tidak dirapel itu akan mendevaluasi pasar,” kata Yeka dalam dialog Kompas Petang, Minggu (25/2/2024).

Dia menuturkan, penyebab harga beras saat ini bisa sangat mahal karena mitigasi yang dilakukan pemerintah kurang komprehensif.

Menurutnya, Ombudsman sudah menyampaikan sejumlah masukan terkait beras kepada pemerintah sejak pertengahan 2022.

Baca Juga: Klaim Harga Beras Turun, Jokowi Minta Masyarakat Cek Harga di Pasaran

Kemudian pada Mei 2023, Ombudsman kembali mengingatkan pemerintah harus berhati-hati dalam menghadapi El Nino. Apalagi Pemilu 2024 digelar pada Februari 2024.

“Februari itu, dalam kondisi normal pun harga beras tinggi, coba cek aja, tapi memang tidak setinggi sekarang,” ujarnya.

“Jadi kenapa naik? Karena data-data yang dipakai pemerintah sekarang ini kurang presisi,” imbuhnya.

Karena menggunakan data yang salah itulah, kata dia, pemerintah jadi tidak bisa menyusun kebijakan yang tepat dalam masalah beras.

Yeka juga menyarankan agar beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) tidak hanya digelontorkan kepada pedagang. Tapi juga langsung kepada masyarakat.

“Masyarakat itu sudah rindu datang ke Bulog. Kan yang mahal di masyarakat,” ucapnya.

Baca Juga: Beras SPHP Stoknya Mepet, Bikin Warga Saling Dorong demi Mendapatkannya

Sementara Deputi 3 Bidang Perekonomian Kantor Staf Kepresidenan Edy Priyono menyatakan, sebenarnya pemerintah sudah mengetahui akan ada penurunan produksi beras pada 2023.

Namun ia mengatakan upaya pencegahan penurunan produksi beras sulit dilakukan.

“Mitigasi kejadian itu tidak mudah dilakukan. Makanya kita lakukan mitigasi dampak, yaitu dengan operasi pasar penyaluran beras SPHP sektar 200.000 ton per bulan dan bantuan pangan 220.000 ton per bulan,” jelasnya.

Pemerintah, imbuhnya, juga akan memperbaiki tata kelola Bulog agar bisa menyalurkan beras langsung kepada masyarakat dengan cara yang efektif dan efisien. Sehingga masyarakat tidak perlu mengantre lama.

Edy kemudian memaparkan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah dalam menangani kenaikan harga beras.

Baca Juga: Program Makan Siang Gratis Dibahas di Sidang Kabinet, TPN: Aneh, Janji Prabowo Dibayar Jokowi

Pertama, ketika ada tanda-tanda harga beras naik pada 2023, pemerintah meningkatkan volume impor.

Kedua, melepas beras cadangan beras Bulog lewat SPHP. Di mana Bulog menjual beras itu di bawah harga pasar, sehingga diharapkan bisa mengendalikan kenaikan harga beras.

Ketiga, memberikan bantuan pangan beras mulai akhir tahun 2023 untuk masyarakat kurang mampu. Sehingga meski harga beras melambung, warga miskin diharapkan bisa tetap makan dengan beras bantuan pemerintah.

Keempat, atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bulog menyalurkan beras SPHP di ritel modern, sehingga warga lebih mudah mendapat beras murah.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV, Kompas.com


TERBARU