Pajak Hiburan Ditunda, Pengusaha Bali Tetap Minta Spa Dikeluarkan dari Jenis Usaha Hiburan
Ekonomi dan bisnis | 21 Januari 2024, 15:09 WIBBADUNG, KOMPAS.TV- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyatakan, tetap memperjuangkan agar status spa/mandi uap tidak masuk dalam kategori usaha hiburan.
Meskipun Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan sudah menyampaikan agar dilakukan penundaan penerapan pajak hiburan 40-75 persen.
“Tetap diperjuangkan, itu kan penundaan untuk 40 persen, sementara dua hal yang substansial bagi kami adalah kedudukan spa yang disebut bagian hiburan dan kenaikan pajak hiburan itu sendiri, itu dua yang diperjuangkan,” kata Ketua PHRI Bali, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati di Badung, Sabtu (20/1/2024).
Cok Ace, sapaannya, mengaku senang ketika dukungan dari pemerintah pusat masuk.
Namun ia tak dapat membendung semangat pengusaha spa yang mengajukan judicial review terkait Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 itu ke Mahkamah Konstitusi.
PHRI Bali yang menjadi induk dari Bali Spa and Wellness Association (BSWA) menilai, jika nantinya pajak 40 persen diberlakukan maka pengusaha spa tidak akan mendapat keuntungan.
"Dengan margin 25-35 persen saja menurutnya sudah paling tinggi, sementara jika dihadapkan dengan 40 persen maka tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh pengusaha," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Heru Budi Siap Bahas Lagi Pajak Hiburan di Jakarta dengan DPRD DKI
Maka dari itu, di samping dukungan Menkomarves Luhut Binsar terkait penundaan penerapan pajak, PHRI Bali tetap ingin MK meninjau undang-undang tersebut, termasuk demi pengusaha hiburan di luar spa yang baru bangkit.
"Selain itu, posisi spa/mandi uap dalam kategori hiburan perlu dipertanyakan, lantaran dalam peraturan yang diatur Kemenparekraf menyebutkan bahwa spa bukan kelompok hiburan dalam kepariwisataan," tambahnya.
Menurut para pengusaha, spa lebih cocok masuk kategori jenis usaha kebugaran yang pajaknya paling10 persen.
Sejauh ini, di Bali baru Kabupaten Badung yang berani mengambil tindakan dengan secara resmi menunda penerapan pajak spa 40 persen dengan menetapkan kembali di angka 15 persen.
Ketua PHRI Bali yang merupakan Wakil Gubernur Bali 2018-2023 ini berharap, kabupaten/kota lainnya segera menyusul, lantaran ada klausul bahwa kepala daerah memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pihaknya akan mengupayakan penundaan pajak hiburan.
Baca Juga: Sandiaga Uno Ungkap Presiden Jokowi Beri Arahan Penundaan Kenaikan Pajak Hiburan
Luhut mengatakan, ia sudah membahas masalah ini dengan instansi terkait.
"Saya sebenarnya sudah mendengar ini sejak beberapa waktu lalu. Sehingga saat itu saya langsung mengambil inisiatif dengan mengumpulkan instansi terkait untuk membahas masalah ini," kata Luhut dalam akun Instagramnya, Rabu (17/1/2024).
"Saya berpendapat wacana ini perlu ditunda dulu pelaksanaannya, untuk kami evaluasi bersama apa dampaknya pada rakyat. Terutama mereka para pengusaha kecil," tambahnya.
Ia menyampaikan, industri hiburan bukan hanya berisi karaoke dan diskotik saja.
Ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada para penyedia jasa hiburan, baik skala kecil sampai menengah.
"Atas dasar itulah, saya merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak ini," ujarnya.
Baca Juga: Cerita Inul Usaha Karaoke Keluarga Sejak Era Sutiyoso, Minta Izin Dibedakan dengan Klub Malam
Ia menerangkan, aturan pajak hiburan yang ditetapkan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) tidak muncul begitu saja.
Melainkan atas pembahasan bersama pemerintah dengan Komisi XI DPR.
Saat ini, UU tersebut tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Juducial review itu juga akan jadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.
"Ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga," tuturnya.
Luhut pun menegaskan bahwa dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
Oleh karena itu, ia tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.
"Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact (dampak) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," lanjutnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas.tv, Antara