Pajak Hiburan Karaoke hingga Spa 40%-75%, Kemenkeu: Konsumennya Masyarakat Tertentu
Ekonomi dan bisnis | 16 Januari 2024, 21:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Meski diprotes pengusaha, pemerintah tetap menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75%.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, ada sejumlah pertimbangan atas keputusan tersebut.
"Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu," kata Lydia dalam media briefing di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
"Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha," tambahnya.
Baca Juga: Diprotes Inul dan Pengusaha Lainnya soal Pajak Hiburan Naik, Ini Jawaban Sandiaga Uno
Ia menyatakan, dalam menetapkan tarif pajak hiburan itu, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan.
Serta, mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.
Lydia menerangkan, PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah pajak daerah.
UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/ diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing.
Baca Juga: Apindo Sebut Pajak Hiburan untuk Karaoke hingga Spa Idealnya 10 Persen, Sama Seperti Hotel-Restoran
"Termasuk di dalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40%-75%," ujarnya.
Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan Pemda untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal, guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing- masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.
Di sisi lain, tidak semua usaha hiburan dikenakan pajak 40%-75%. Ada beberapa jenis usaha hiburan dan kesenian lainnya yang secara umum, pajaknya turun dari semula sebesar paling tinggi 35% menjadi paling tinggi 10%.
Lydia menuturkan, hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya. Seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.
Baca Juga: Fakta-fakta Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen, Inul dan Hotman Paris Protes hingga Jawaban Sandiaga
Ia menyebut penurunan itu sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.
Selain itu, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Guna menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
"PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan," jelasnya.
Jenis kesenian dan hiburan pajaknya paling tinggi 10% adalah: tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; (ii) pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; (iii) kontes kecantikan; (iv) kontes binaraga; (v) pameran; (vi) pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.
Baca Juga: HIPMI Bali Nilai Penaikan Pajak Hiburan Bukan Langkah Tepat, Bandingkan dengan Thailand
Lalu (vii) pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; (viii) permainan ketangkasan; (ix) olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan. perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.
Kemudian (x) rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber :