Kata Pengamat soal Rencana Kereta Cepat Jakarta-Surabaya: Biayanya Terlalu Besar, Mau Utang Lagi?
Ekonomi dan bisnis | 12 Oktober 2023, 14:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Rencana pemerintah meneruskan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya semakin santer terdengar. Terbaru, Menko Perekonomian Airlangga hartarto menyebut tanggung jika KA cepat hanya sampai Bandung.
“Jadi kita akan lihat kereta ini karena memang kalau sudah sampai Bandung tanggung, kalau bisa dilanjutkan. Kemarin sudah dirapatkan di dalam PSN dengan Bapak Presiden, jadi kita coba ke depan untuk menyambung dari Bandung ke Jogja Surabaya,” kata Airlangga usai menjajal KA cepat di Stasiun Padalarang, Rabu (11/10/2023), dikutip dari laporan tim jurnalis KompasTV.
Namun, Pengamat Tata Kota dan Transportasi Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai, proyek tersebut akan sangat membebani keuangan negara dan BUMN.
Apalagi, proyek KA Cepat Jakarta-Surabaya juga belum masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2024-2029.
“Pertanyaannya, masuk targer rencana Pembangunan RPJMN 2024-2029 enggak? Itu beban APBN akan sangat berat, BUMN juga, siapa swasta yang tertarik karena investasinya tinggi,” kata Yayat saat dihubungi Kompas.tv, Kamis (12/10/2023).
“Kalau mau diteruskan, mau APBN lagi? Mau utang lagi? Biayanya terlalu besar,” imbuhnya.
Baca Juga: Airlangga Hartarto Usai Jajal KA Cepat Whoosh: Tanggung Kalau Hanya Sampai Bandung
Yayat mengungkap, ada dua rute yang dipertimbangkan pemerintah untuk jadi lintasan KA Cepat Jakarta-Surabaya. Yaitu Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya dengan kecepatan 230km/jam. Kemudian rute Jakarta-Tegalluar-Kertajati-Purwokerto-Yogyakarta-Solo-Madiun-Surabaya.
Menurutnya, investor asing juga akan berpikir panjang sebelum menanamkan modalnya di proyek ini. Jepang misalnya, pasti akan meminta keistimewaan yang sama seperti yang diberikan pemerintah terhadap China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Kan banyak yang bilang kereta cepat ini sampai 'kiamat' juga enggak akan balik modal. Kalau nilai investasinya enggak akan kembali selamanya, itu susah siapa yang mau. Karena bukan hanya sekedar ada kereta cepat atau tidak, tapi juga harus ditopang dengan pengembangan ekonomi sekitar rute yang dilewati,” tutur Yayat.
“Apakah Jepang misalnya akan mendapat satu kawasan ekonomi khusus di rute yang dilewati, yang khusus dia bisa kelola sendiri,” tambahnya.
Baca Juga: Pemerintah Jamin Kereta Cepat, Rachmat Gobel: APBN Jadi Tak Adil, Harusnya untuk Kemaslahatan Umum
Ia mencontohkan kawasan Walini di Kabupaten Bandung Barat, yang tidak jadi dilintasi kereta cepat padahal sudah ada investor yang mau mengembangkan wilayah itu. Stasiun akhir kereta cepat saat ini hanya sampai Tegalluar, yang wilayahnya juga masih sepi.
Proyek kereta cepat selanjutnya juga tergantung dari political will presiden pengganti Joko Widodo atau Jokowi. Lantaran saat ini kondisi keuangan BUMN yang terlibat proyek KCJB juga sedang tidak baik-baik saja, seperti PT KAI dan PT Wijaya Karya.
“Kasihan KAI, itu PR besar BUMN kalau pemerintah punya obsesi besar,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan nasib transportasi lainnya jika ada Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Mulai dari kereta api jarak jauh, jalan tol, hingga maskapai penerbangan.
Baca Juga: KA Cepat Jakarta-Surabaya Masuk Blueprint Kemenhub: Gunakan Kereta Merah Putih Buatan INKA
“Bagaimana nasib rel kereta yang lain? Bagaimana nasib Tol TransJawa? Bagaimana nasib pengembalian investasi bandara? Selamat tinggal operator Lion, selamat tinggal Garuda Indonesia,” kata Yayat.
Ia menuturkan, sebenarnya KAI bisa memacu armada kereta jarak jauhnya hingga kecepatan 120 km-160 km. Namun mereka tidak berani melakukan itu karena masih banyak perlintasan sebidang.
Yayat mengusulkan, daripada bergantung pada kereta cepat, lebih baik memperbaiki infrastruktur perkeretaapian yang sudah ada. Pemerintah lebih baik meningkatkan kualitas hingga layanan perkeretaapian.
Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada
Sumber :