> >

Ekonom Sebut E-Commerce ini Paling Diuntungkan dengan Penutupan TikTok Shop

Ekonomi dan bisnis | 10 Oktober 2023, 17:55 WIB
Ilustrasi produk impor di e-commerce. Pengamat menilai penutupan TikTok Shop tidak membuat penjualan barang impor jadi berkurang. Justru ada e-commerce jadi pihak yang paling diuntungkan dari penutupan TikTok Shop. (Sumber: Kompas.com/Shutterstock/ROSSY AGUNG )

JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, penutupan TikTok Shop tidak membuat penjualan barang impor jadi berkurang. 

Pasalnya, Permendag No 31 Tahun 2023 hanya memperketat praktik cross border. Yaitu penjualan barang impor langsung oleh pedagang dari luar negeri. 

Sedangkan untuk barang impor yang sudah ada di Indonesia, masih bebas beredar. 

"Peraturan Menteri Pedagangan Nomor 31 Tahun 2023 hanya ketat mengatur cross border commerce. Untuk barang impor yang sudah ada di Indonesia, platform masih bebas menjual dan memberikan diskon yang berpotensi memunculkan predatory pricing," terang Nailul saat dihubungi Kompas.tv, Selasa (10/10/2033). 

Menurutnya, e-commerce Shopee jadi pihak yang paling diuntungkan dengan tutupnya TikTok Shop dan revisi Permendag No 50 Tahun 2020 itu. 

Baca Juga: Kemenkop UKM Sayangkan TikTok Kurang Sosialisasi Penutupan TikTok Shop, Pengguna Kebingungan

Pasalnya, konsumen TikTok akan beralih ke platform e-commerce lain, termasuk Shopee. Tak terkecuali transaksi melalui Instagram maupun WhatsApp dengan sistem keamanan tidak terjamin.

"Peran pemerintah sangat penting untuk memastikan setiap barang impor yang dijual melalui marketplace sudah mengikuti aturan yang ada, sehingga produk-produk lokal yang selama ini kalah bersaing karena faktor harga bisa lebih terlindungi. Termasuk dari aksi predatory pricing yang kerap dilakukan aplikasi asing," tuturnya. 

Di sisi lain, Nailul mengapresiasi adanya batasan harga barang impor minimal 100 dollar AS per transaksi di Permendag 31/2023 itu.  

Sebelumnya, Nailul juga melihat bahwa pemerintah perlu memproteksi produk lokal dengan memperketat produk impor dan pemberian disinsentif terhadap produk impor, serta insentif bagi produk lokal.

"Jadi saya melihat, social commerce merupakan sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya karena sejatinya interaksi di sosial media tidak dapat diatur apakah mau jual beli atau interaksi lainnya," katanya kepada Kompas.tv beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Aturan Baru Sri Mulyani, E-Commerce Impor 1.000 Barang atau Lebih Wajib Lapor Data ke Bea Cukai

Nailul menambahkan, seharusnya ada pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce karena prinsipnya sama-sama jualan menggunakan internet. 

Pengenaan pajak dan sebagainya menjadi krusial diterapkan di social commerce

"Tahun 2019 saya sudah sampaikan bahwa social commerce ini akan lebih sulit diatur karena sifatnya yang tidak mengikat ke perusahaan aplikasi. Akan banyak loophole di situ," tambahnya. 

Aturan social commerce

Ia pun menyarankan pemerintah untuk memasukkan detil pengaturan social commerce untuk disetarakan dengan e-commerce. Mulai dari persyaratan admin hingga perpajakan.

"E-commerce juga harus melakukan tagging barang impor. Setelah itu ada dua hal yang bisa dilakukan. Memberikan disinsentif bagi produk impor dengan biaya admin lebih tinggi, tidak boleh dapat promo dari platform. Di sisi lain, memberikan insentif berupa promo ke produk lokal," terangnya. 

Baca Juga: Jokowi Instruksikan Barang Impor Murah dari China Dibendung, Diduga Ilegal dan Hasil Dumping

Kemudian, pemerintah juga bisa mewajibkan e-commerce untuk menyediakan minimal 30% etalase platform untuk produk lokal.

"Produk-produk impor harus menyertakan sertifikasi produk, seperti SNI, halal, BPOM, dsb," tandasnya. 

Di sisi lain, pemerintah kini menyiapkan perlindungan ekonomi digital dalam negeri setelah melarang TikTok Shop. Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkap, hal pertama yang disiapkan adalah pengaturan platform e-commerce

"Pemerintah berkomitmen melindungi ekonomi digital dalam negeri. Ada tiga yang sudah dipersiapkan," kata Teten dalam kunjungan kerja di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Senin (9/10/2023). 

"Pertama, bagaimana pengaturan platformnya. Jadi platform harus kita atur, e-commerce juga kita atur," tambahnya. 

Baca Juga: Impor Beras Berlanjut, Pemerintah Berencana Datangkan 1,5 Juta Ton dari Vietnam dan Thailand

Teten mengatakan, perlu ada pengaturan lebih lanjut soal e-commerce agar tidak ada platform yang mendominasi pasar industri digital Indonesia

"Selain itu juga jangan sampai ada platform yang mengontrol harga dan sebagainya. Jadi anti-monopoli yang kini sedang dikembangkan," ujarnya seperti dikutip dari Antara

Hal kedua yang diatur adalah teknologi yang digunakan oleh e-commerce. Yaitu lewat revisi Permendagri 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

"Bisa saja kita kembangkan dengan regulasi baru untuk mengatur teknologinya. Nah di banyak negara sudah mengatur teknologinya," sebut. 

Baca Juga: Rencana Pemerintah Bagi-bagi Rice Cooker Gratis, Apa Syarat Penerimanya?

Namun Teten tidak menjelaskan lebih lanjut terkait pengaturan teknologi e-commerce akan seperti apa. Hal ketiga yang disiapkan adalah mengatur arus importasi barang konsumsi dan penjualan barang impor di e-commerce

Ia menyebut banyak barang impor ilegal yang dijual di e-commerce. Teten menegaskan, pemerintah bukan hanya mengatur TikTok Shop. Tapi semua pemain e-commerce.

"Misalnya kenapa di online didominasi produk impor? Karena arus masuk importasi nya terlalu longgar," ucapnya. 

"Jadi jangan diartikan kita hanya mengatur Tik Tok saja, tapi keseluruhan. Kita perlu melindungi industri dalam negeri," pungkasnya. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber :


TERBARU