Pembatasan Pembelian Beras SPHP Tak Hanya di Ritel Moderen, tapi Juga di Pasar Tradisional
Ekonomi dan bisnis | 9 Oktober 2023, 09:57 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pembatasan pembelian beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ternyata tidak hanya dilakukan di ritel modern, tapi juga di pasar tradisional dan mitra Bulog lainnya.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surakarta Heru Sunardi mengatakan, pembelian beras SPHP di wilayahnya juga dibatasi 2 kemasan.
Adapun beras SPHP berisi 5 kg tiap pack nya. Heru mengatakan, pihaknya mengimbau masyarakat untuk melaporkan penjualan beras pada yang tidak mengikuti aturan.
"Pembatasan itu imbauan yang harus ditepati oleh mitra Bulog," kata Heru di Solo, Jawa Tengah, pada akhir pekan lalu.
Baca Juga: Jokowi Senang Ada Panen Raya saat Kemarau, Bisa Tambah Pasokan untuk Turunkan Harga Beras
Jika ada mitra Bulog yang melanggar, maka akan disanksi berupa pencabutan status kemitraannya.
"Jadi berdasarkan laporan masyarakat, kanal laporan kan banyak," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan, pembatasan pembelian sesuai ketentuan Bulog yakni setiap keluarga penerima manfaat hanya bisa membeli maksimum dua kantong yang masing-masing berisi 5 kg beras.
Sejak pembukaan program tersebut di Pasar Legi beberapa waktu lalu, masyarakat di Kota Solo hanya boleh membeli dengan batas maksimum dua kantong.
"Itu bukan hal baru di sini, (pembelian di pasar murah) di kelurahan juga dua kantong maksimal," ujarnya.
Baca Juga: Bapanas Sebut Kebijakan HET Beras Takkan Dihapus, Masih Diperlukan untuk Ukur Patokan Harga
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mulai memberlakukan pembatasan pembelian beras di ritel moderen sejak 3 pekan lalu.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengatakan, pembatasan dilakukan agar ada pemerataan dari beras medium atau SPHP dari Bulog bagi masyarakat.
Pembatasan itu berlaku tergantung dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Ia menyebut, pembatasan itu dilakukan agar beras SPHP bisa dinikmati merata oleh masyarakat. Beras itu juga hanya boleh dikonsumsi sendiri, bukan untuk dijual lagi.
"Kalau sudah guyur (stok CBP ke pasaran) ya mungkin sudah tak ada pembatasan. Jadi pembatasan ini untuk pemerataan dan untuk konsumen. Sehingga kita memastikan adalah rumah tangga, bukan pedagang atau bukan yang ingin memanfaatkan situasi atau suasana saat ini," ujar Roy seperti diberitakan Kompas.tv sebelumnya.
CBP bukan hanya disalurkan ke ritel moderen dan pasar-pasar, tapi juga lewat bansos beras ke masyarakat. Hal itu diharapkan dapat menurunkan harga beras yang masih mahal.
Baca Juga: Momen Jokowi Tinjau Panen Raya Tanpa SYL, Didampingi Plt Mentan Arief Prasetyo Adi
Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), kenaikan harga beras tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain akibat El Nino.
“Misalnya di Singapura rata-rata harganya Rp21.600, di Brunei harganya sudah mencapai rata-rata Rp37.000, di tetangga dekat kita di Timor Leste harganya Rp20.000 ribu. (Harga beras) kita masih Rp10.800-Rp13.000, tetapi memang harganya naik. Di globalnya memang seperti itu,” kata Jokowi di Sentul, Minggu (8/10).
Selain krisis pangan global, kenaikan harga pangan juga dipicu kebijakan 22 negara produsen beras, termasuk India, yang menghentikan ekspornya.
Kondisi global ini semakin diperparah dengan dampak perubahan iklim yaitu cuaca panas dan kemarau panjang, yang menyebabkan produksi beras menurun.
Padahal, Indonesia masih perlu mengimpor 1,5 juta ton hingga 2 juta ton beras dari luar negeri karena produksi dalam negeri yang belum mencukupi sementara jumlah penduduk terus bertambah.
Baca Juga: Soal Dugaan Ada Kartel Bunga Pinjol, Asosiasi Pinjaman Online Buka Suara
“Penduduk kita saat ini sudah 278 juta jiwa dari sebelumnya 270 juta jiwa, sehingga produksi berasnya juga harus bertambah. Ini lah masalah yang harus saya sampaikan apa adanya karena masalah di sebuah negara akan berimbas ke negara lain,” ujarnya.
Untuk merespons tingginya harga beras, dia memaparkan bahwa pemerintah selama enam bulan terakhir telah memberikan bantuan 10 kilogram beras per bulan bagi 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Kebijakan itu akan diteruskan hingga November mendatang untuk meringankan beban masyarakat yang membutuhkan.
“Sepanjang APBN kita ada masih ada ruang pasti akan kita putuskan (untuk membantu),” ucapnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara, Kompas.tv