Pengamat Sebut RI Perlu Hati-Hati Jika Gabung BRICS, Bisa Dianggap Membangkang oleh AS dan Eropa
Ekonomi dan bisnis | 10 Agustus 2023, 06:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo atau Jokowi dijadwalkan akan berkunjung ke Afrika Selatan pada akhir Agustus ini, untuk menghadiri KTT BRICS.
Seiring dengan rencana tersebut, Indonesia dikabarkan tertarik bergabung dengan aliansi ekonomi yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan) itu.
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah berhati-hati jika ingin bergabung ke BRICS.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dicermati. Indonesia akan dianggap pro China-Rusia dan ini cukup problematis, karena ada konsekuensi juga terhadap renggangnya hubungan ekonomi investasi dengan negara barat.
Baca Juga: Soal Isu RI akan Gabung BRICS, Ketua KADIN: Bisa Kerja Sama tanpa Harus Memihak Satu Kelompok
"Jadi politik bebas aktif harus dijaga. Apalagi perang ukraina masih berlanjut. Khawatir ada hambatan dagang yang dibebankan ke Indonesia dari negara seperti AS dan Eropa. Itu konsekuensi bergabung ke BRICS," kata Bhima saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (9/8/2023).
Selain itu, sebenarnya negara-negara anggota BRICS juga sudah ada di forum G20, kemudian ada forum ASEAN Plus juga. Ia menilai Indonesia tidak perlu bergabung dengan terlalu banyak forum kerjasama multilateral, karena sekarang eranya kerjasama bilateral.
"Misalkan Indonesia punya kepentingan dengan China ya tinggal negosiasi langsung ke China, tidak perlu lewat BRICS. Jadi perlu ditimbang matang-matang," ujarnya.
Baca Juga: Mengenal BRICS, Aliansi Ekonomi Tandingan G7 yang Beranggotakan Brasil, Rusia, China, India, Afsel
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, ia tidak melihat Jokowi akan membawa Indonesia bergabung ke BRICS dalam waktu dekat ini.
Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada
Sumber :