Harga Telur Naik Bisa Picu Inflasi, Mendag Zulhas Buka Opsi Subsidi Jagung
Ekonomi dan bisnis | 23 Mei 2023, 09:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah membuka opsi untuk kembali menyalurkan subsidi jagung agar harga pakan ternak itu terkendali. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, kenaikan harga pakan ternak jadi salah satu penyebab naiknya harga telur ayam ras saat ini.
“Misalnya jagung rakyat mahal sampai Rp6.500, kami akan coba nanti misalnya Rp1,500 disubsidi, apakah untuk transportasinya, untuk lainnya, sehingga harga pakan juga terkendali,” kata Zulkifli Hasan kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Pria yang akrab disapa Zulhas itu menyampaikan, subsidi harga jagung saat ini masih dikaji pemerintah. Namun yang pasti, petani lokal akan menjadi prioritas sebagai penerima subsidi.
Selain opsi subsidi jagung, pemerintah juga akan mengupayakan peningkatan produksi telur. Jika pasokannya banyak, maka harga telur akan turun dengan sendirinya.
Menurut Zulhas, produksi telur turun karena peremajaan induk yang dilakukan oleh peternak.
“Telur itu kan selama ini banyak sekali pengusaha telur yang tutup bangkrut karena harganya terlalu murah kemarin. Bahkan mau lebaran saja Rp25.000 (per kilogram), Rp26.000, bangkrut karena seharusnya harga jualnya Rp28.000. Nah karena itu sebagian induknya diremajakan, potong, perlu waktu,” katanya.
Baca Juga: Pedagang Telur Gulung Terdampak Mahalnya Harga Telur
Adapun harga telur berdasarkan Panel Harga Pangan per 22 Mei 2023, secara rata-rata nasional berada di Rp30.600 per kg. Sementara itu, harga per kabupaten/kota, kondisi terpantau beragam dan dinamis.
Harga telur termahal berada di Provinsi Papua Barat sebesar Rp37.740 per kg, sedangkan termurah berada di Aceh sebesar Rp26.370 per kg.
Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Pusat Brigjen Pol. Whisnu Hermawan menerangkan beberapa penyebab mahalnya harga telur.
Pertama, kenaikan harga disebabkan adanya kelangkaan bahan baku pakan ternak, khususnya ayam petelur. Kondisi itu menyebabkan harga pakan ayam yang tinggi mencapai Rp8.500 sampai Rp8.700 per kilogram.
Menurut Whisnu, tingginya harga pakan merupakan refleksi dari harga bahan baku pakan, sehingga menyebabkan tidak semua peternak ayam petelur dapat membeli pakan ternak.
"Sebagian peternak ayam petelur memilih untuk tutup dan peternak ayam petelur yang sanggup membeli pakan akan menaikkan biaya produksinya," kata Whisnu seperti dikutip dari Antara, Senin (22/5).
Baca Juga: Imbas Naiknya Harga Telur, Pedagang Terpaksa Perkecil Ukuran Kue
Kedua, biaya transportasi atau angkutan distribusi telur dari daerah penghasil telur ke daerah yang belum memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan telur cukup mahal.
"Beberapa daerah belum bisa mencukupi kebutuhan telur ayam ras di daerahnya, sehingga masih supply dari daerah lain," ujarnya.
Ketiga, permintaan kebutuhan masyarakat akan telur ayam ras cukup tinggi, salah satunya untuk program pencegahan stunting yang dilakukan Pemerintah.
"Adanya bantuan sosial dan kebijakan dari Badan Pangan terkait stunting," ucapnya.
Satgas Pangan Polri pun terus berupaya mencari solusi untuk mengendalikan harga serta ketersediaan telur ayam ras di masyarakat.
Solusi tersebut antara lain berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan instansi terkait untuk mempercepat realisasi importasi bahan baku pakan ternak karena terbatasnya stok dalam negeri.
Baca Juga: Harga Telur Ayam Tembus 32 Ribu Rupiah Per Kilogram
"Satgas Pangan turun langsung ke para distributor dan sentra pasar untuk mengecek stabilitas harga dalam rangka menjaga kestabilan bahan pakan ternak, terutama jagung dan bahan pakan yang berasal dari impor," ujarnya.
Kemudian, Satgas Pangan Polri juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memastikan kelancaran distribusi transportasi atau angkut terhadap bahan pakan ternak ke peternakan dan peternak ayam petelur ke konsumen.
"Satgas Pangan berupaya memangkas rantai distribusi yang bertujuan untuk mengurangi margin harga, sehingga harga di tingkat konsumen stabil sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah," ujar Whisnu.
Sejumlah pemerintah daerah melakukan operasi pasar untuk memberikan harga telur yang lebih murah.
Seperti yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun, Jawa Timur, yang menggelar operasi pasar telur ayam ras dan beras di pasar tradisional dengan menggandeng PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PT PPI (Persero).
Analis Perdagangan Ahli Muda Dinas Perdagangan Kota Madiun, Tri Prasetyaningrum mengatakan kegiatan operasi pasar beras dan telur ayam ras itu perlu dilakukan karena dua komoditas itu menjadi salah satu pemicu inflasi.
Baca Juga: Kepuasan Publik Terhadap Jokowi-Maruf Naik, Tapi Pengangguran Masih Jadi PR
"Ada batasan untuk warga yang ingin beli beras, yakni maksimal satu kemasan berisi 5 kilogram, sementara untuk telur maksimal 1 kilogram," ujar Tri seperti dikutip Antara.
Beras yang dijual di kegiatan OP tersebut dihargai Rp10.900 per kilogram, sementara harga beras medium di pasaran saat ini mencapai Rp12.000 per kilogram. Sedangkan, untuk telur dihargai Rp28.000 per kilogram dari harga pasar kisaran Rp30.000-Rp31.000 per kilogram.
Menurut dia, operasi pasar akan terus dilakukan selama harga belum stabil karena beras dan telur merupakan kebutuhan primer yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari.
"Kami menunggu harga pasar. Ketika sudah stabil sesuai aturan Bapanas, operasi pasar akan selesai," ujarnya.
Supervisor Komersial PT PPI Zainudin Oky Wijaya mengatakan dalam sehari pihaknya menyediakan beras sebanyak 500 kilogram dan telur ayam ras sebanyak 100 kilogram untuk kegiatan OP tersebut.
Baca Juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik terhadap Kinerja Penegakan Hukum Paling Rendah
"Itu tergantung pembelian masing-masing masyarakat. Jika habis, kami tambah lagi stoknya untuk OP," kata Zainudin Oky.
Ia juga menegaskan bahwa OP akan terus digelar guna menekan harga beras dan telur yang masih tinggi di pasaran.
"Selama harga di pasaran masih tinggi, kami bersama Dinas Perdagangan akan terus menggelar operasi pasar," katanya.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV, Antara