China Minta APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, INDEF: Risikonya Sangat Besar
Ekonomi dan bisnis | 14 April 2023, 22:16 WIB
JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai risiko menjadikan APBN sebagai jaminan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), akan sangat besar.
Karena, kata Tauhid, APBN akan digunakan apabila ada biaya tambahan atau utang terkait proyek tersebut.
"Yang pertama ya, dari segi jaminan APBN, itu dimaksudkan agar sepanjang kerja sama ini ketika ada cost (biaya) tambahan lagi, bukan hanya tadi disebutkan Rp9 triliun, tapi dalam masa kerja sama itu apa pun yang terjadi kalau misalnya di luar bisnis itu terjadi kenaikan utang maka APBN harus mengganti," jelasnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Jumat (14/4/2023).
"Jadi bukan hanya Rp9 triliun dalam proses ini tapi ke depannya itu harus perlu jaminan."
Menurutnya, China meminta jaminan APBN karena kerja sama business to business atau B2B dinilai tidak terlalu bagus, tingkat balik modal lama, dan bunganya tinggi.
Tauhid berharap proyek ini dikembalikan ke skema B2B dan bisa dimaksimalkan sehingga dapat berjalan efektif dan sukses.
"Menurut saya kita memang harus mengembalikan lagi B2B tetapi harus memaksimalkan potensi bagaimana peningkatan kita agar B2B ini berjalan efektif dan sukses," lanjutnya.
"Saya kira itu yang menjadi risiko. Memang risikonya nanti pemerintah, ketika ada kerugian seperti ini, dampaknya adalah setiap tahun akan memberikan PMN (Penyertaan Modal Negara) dan itu luar biasa."
"Menambah defisit dan sebagainya, bukan hanya angka Rp9 triliun ini. Maka risikonya akan lebih besar," ujarnya.
Baca Juga: Rampung 86 Persen, Luhut Sebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan Diresmikan Agustus Mendatang!
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan terkait tuntutan pemerintah China agar Indonesia menjadikan APBN sebagai jaminan pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Namun Luhut mengaku tuntutan China tersebut tak bisa langsung dipenuhi. Purnawirawan jenderal TNI AD itu kemudian menawarkan alternatif dengan penjaminan utang melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PII.
"Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka (China) mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," beber Luhut, Rabu (12/4/2023), dikutip dari Kompas.com.
Sementara mengenai besaran bunga utang, Luhut juga mengakui gagal melakukan negosiasi. Sehingga pemerintah China masih berkukuh bunga yang harus dibayarkan sebesar 3,4 persen per tahun.
"Ya maunya kita kan 2 persen, tapi kan enggak semua kita capai. Karena kalau pinjam keluar juga bunganya itu sekarang bisa 6 persen. Jadi kalau kita dapat 3,4 persen misalnya sampai situ ya we're doing okay, walaupun tidak oke-oke amat," ucap Luhut.
"Tapi kita masih mau negosiasi lagi," imbuhnya.
Setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek KCJB ini mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp18,02 triliun.
Biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp108,14 triliun.
Baca Juga: Luhut Akan ke China untuk Nego Bunga Utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Berharap Diringankan
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV, Kompas.com