Dokter Sarankan Penderita Diabetes Batalkan Puasa Jika Terjadi Tiga Hal Ini
Kesehatan | 30 Maret 2023, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Berpuasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi umat Islam. Namun begitu, terdapat pengecualian bagi orang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa karena faktor kesehatannya, salah satunya penderita diabetes.
Untuk penderita diabetes, spesialis penyakit dalam, subspesialis endokrinologi metabolik dan diabetes, dr Ikhsan Mokoagow, menyarankannya untuk membatalkan puasa jika terjadi kondisi tertentu.
"Jika kadar gula darah Anda kurang dari 70 mg/dl, lebih dari 300 mg/dl, dianjurkan untuk membatalkan puasa, atau saat merasa tubuh tidak sehat atau fit," kata Ikhsan, Rabu (29/3/2023) dilansir dari Antara.
Setidaknya ada tiga kondisi yang sebaiknya diperhatikan penderita diabetes agar segera membatalkan puasanya, yakni:
1. Kadar gula darah terlalu rendah
Kadar gula darah masuk kategori terlalu rendah apabila kurang dari 70 miligram per desiliter (mg/dL). Kadar tersebut menunjukkan terjadi hipoglikemia.
Melansir dari situs Kementerian Kesehatan (Kemkes), hipoglikemia memiliki gejala ringan hingga berat. Gejala ringan hipoglikemia ringan di antaranya pusing, pucat, bibir kesemutan, jantung berdebar-debar, lelah, dan merasa tidak nyaman.
Sedangkan gejala berat hipoglikemia di antaranya mengantuk, gangguan penglihatan, kebingungan, berperilaku seperti orang mabuk, kejang, dan hilang kesadaran.
Gejala ringan kondisi ini bisa ditangani dengan cara memakan hidangan atau minuman dengan kadar gula tinggi. Sedangkan seseorang yang mengalami gejala berat hipoglikemia perlu menjalani penanganan medis.
Baca Juga: Oralit Bukan Solusi Cegah Dehidrasi saat Berpuasa Ramadan, Ini Penjelasan Dokter dan Kemenkes
2. Kadar gula darah terlalu tinggi
Kadar gula darah tergolong terlalu tinggi apabila lebih dari 300 mg/dL. Kondisi ini disebut hiperglikemia, yakni ketika Diabetes Melitus (DM) di tubuh seseorang tidak terkontrol, sehingga kadar glukosa darah sangat tinggi.
Gejala hiperglikemia di antaranya mulut dan kulit terasa kering, sering kehausan, merasa pusing, dan penglihatan buram atau kabur. Selain itu, sering buang air kecil serta napas terengah-engah dan berbau tak sedap.
Hiperglikemia bisa menyebabkan dampak yang cukup serius bagi kesehatan penderita diabetes. Kondisi ini bisa menyebabkan penyandang diabetes mengalami penurunan kesadaran, mengalami infeksi yang berulang, hingga mengalami penurunan berat badan.
Ikhsan pun mengingatkan agar pemantauan gula darah dilakukan dengan lebih ketat untuk mencegah terjadinya komplikasi selama berpuasa di bulan Ramadan.
Baca Juga: Empat Manfaat Puasa Ramadan Bagi Penderita Diabetes: Atur Kadar Glukosa hingga Tekanan Darah
3. Dehidrasi
Penderita diabetes disarankan untuk membatalkan puasa jika mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh yang ditandai dengan beberapa gejala, di antaranya mulut kering, urine berwarna gelap atau pekat, mudah mengantuk dan lelah, kram otot, serta demam.
Menurut Ikhsan, penyandang diabetes akan mudah mengalami dehidrasi karena tubuhnya kekurangan cairan. Saat berpuasa, tubuh tidak mendapatkan asupan cairan yang cukup, sehingga perlu digantikan saat setelah berbuka sampai dengan waktu sahur.
Penderita diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi air putih daripada minuman manis atau minuman yang mengandung kafein, seperti kopi dan teh.
Minuman berkafein, kata Ikhsan, bersifat diuretik, yakni mampu mendorong lebih sering buang air kecil, sehingga berisiko memicu dehidrasi.
Baca Juga: Oralit Bukan Solusi Cegah Dehidrasi saat Berpuasa Ramadan, Ini Penjelasan Dokter dan Kemenkes
Selain itu, ia menyarankan agar penyandang diabetes yang ingin berpuasa melakukan sejumlah pemeriksaan terlebih dahulu. Salah satunya stratifikasi risiko, yakni penggolongan risiko rendah, sedang, atau tinggi bagi penderita diabetes apabila berpuasa.
Berdasarkan pedoman dari International Diabetes Federation - Diabetes and Ramadan (IDF-DAR) tahun 2021, ada tiga kategori stratifikasi risiko berpuasa Ramadan pada penyandang diabetes yakni tinggi, sedang, dan rendah.
Pada risiko tinggi, ada kemungkinan berpuasa menjadi tidak aman. Lalu pada risiko sedang, ada kemungkinan berpuasa menjadi kurang aman. Sementara pada risiko rendah, ada kemungkinan berpuasa aman.
"Jadi, apabila seseorang termasuk dalam kategori yang tidak direkomendasikan dan tidak dianjurkan untuk berpuasa, ada baiknya untuk tidak memaksakan diri," jelasnya, Rabu (29/3/2023) dilansir dari Antara.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Antara/Kemenkes