Mudik dan Sungkeman, Tradisi Ratusan Tahun yang Kini Terhenti Karena Pandemi
Cerita | 20 April 2021, 04:00 WIBDitambah lagi, sejak tahun 1940-an, setelah perang dunia II, telah dibangun jaringan udara yang berpusatkan di Jawa.
Baca Juga: Surat Edaran Manaker Larang Mudik bagi Pekerja Migran, Kecuali Darurat
"Dengan terus-menerus mendorong lebih lanjut proses yang dipicu oleh Jalan Raya Daendels itu, jalan kereta api mempercepat pembukaan hutan (karena kebutuhan akan bantalan rel), memudahkan percampuran dan memungkinkan gerak gagasan-gagasan baru dari kota ke desa yang menggoyahkan mentalitas lama kaum tani," kata Lombard.
Namun, mudik mengalami peningkatan yang deras pada sekitar tahun 60-70an ketika Ali Sadikin menjabat gubernur DKI Jakarta.
Kata mudik sendiri terambil dari kata "udik" dalam kosa kata Bahasa Betawi yang artinya
kampung. Sehingga mudik bermakna pulang ke kampung halaman.
Mudik pun kemudian menjadi rutinitas tahunan. Siapapun presidennya, setiap tahun pemerintah akan turun tangan mengatur mudik.
Salah satu yang membuat mudik tak bisa terelakan karena di dalamnya ada tradisi silaturahmi atau sungkeman kepada orang yang dituakan.
Andre Moller, penulis buku Ramadan di Jawa (penerbit Nalar) menyebut cara paling halus untuk permintaan maaf ialah sungkeman.
"Permintaan maaf di hari Lebaran ini merupakan kegiatan yang sangat emosional. Tidak jarang orang menangis tersedu-sedu, dan ini cukup mengagetkan jika dipikirkan bahwa orang Jawa pada umumnya tidak memperlihatkan perasaan apa saja yang dianggap keterlaluan di depan orang lain," tulis Andre yang khusus meneliti tradisi puasa di Jawa itu.
Baca Juga: Antisipasi Warga Mudik Lebih Awal, Ridwan Kamil akan Sekat Sejumlah Wilayah
Bahkan, kata Andre tradisi sungkeman dan silaturahmi ini tidak terbatas pada anggota keluarga saja tapi juga lingkungan sekitar. "Semua orang ikut berpartisipasi dalam silaturahmi ini, dan perselisihan pendapat yang pernah terjadi dilupakan (setidaknya untuk sementara)," tambah Andre.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV