Mohammad Roem, Awal Puasa dan Tabuhan Bedug
Tradisi | 13 April 2021, 03:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Meski masih banyak digunakan di sebagian masjid dan musala, namun tabuhan bedug tanda awal puasa sudah jarang dilakukan saat ini. Sidang isbat dari Kementerian Agama yang biasanya diumumkan usai maghrib adalah yang paling ditunggu.
Menteri Luar Negeri di zaman Orde Lama, Mohammad Roem (16 Mei 1908 – 24 September 1983), memiliki kisah bagaimana tabuhan bedug adalah saat yang ditunggu untuk menentukan awal puasa. Kisah yang dia tuturkan dalam buku Bunga Rampai dari Sejarah terbitan Bulan Bintang, Jakarta itu, menuturkan pengalamannya di Jakarta.
"Dalam bulan puasa suara bedug itu peranannya penting dalam penghidupan orang kampung," kata Mohammad Roem, tokoh dalam perjanjian Roem-Royen itu.
Baca Juga: Hasil Sidang Isbat, Pemerintah Tetapkan 1 Ramadan 13 April 2021
Mohammad Roem mengisahkan kejadian itu pada tahun 1930-1940 ketika masih berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain di Jakarta. Namun, meski berpindah-pindah, Roem mengaku selalu akrab dengan tabuhan bedug dari masjid dan musala.
"Kemudian tiap hari di waktu sore bunyi bedug itu pada titik yang tepat membawa berita gembira bahwa kita sudah boleh makan dan minum lagi, serta rasa puas bahwa kita sudah beribadah puasa satu hari lagi," tambahnya.
Namun ketika tahun 1950-an, saat Mohammad Roem pindah ke Merdeka Barat, bunyi bedug sudah tidak terdengar lagi. Masalahnya, dia tidak lagi tinggal di kampung tapi di sebuah perumahan elite.
Baca Juga: Jadwal Imsak Puasa Ramadan 2021 di Seluruh Indonesia, NU dan Muhammadiyah Tarawih Bareng
Tetangga sebelah kiri Komisaris Agung Kerajaan Nederland dan tetanga sebelah kanan Kantor Partai Sosialis. "Dengan kawan-kawan itu penulis hanya bicara tentang politik," katanya.
Nah, saat mendekat bulan puasa Mohammad Roem mengaku merasakan suasana berbeda. Tak ada bedug dan suasana keramaian layaknya di kampung. Waktu itu pun belum ada pengumuman dari pemerintah tentang awal puasa.
Akhirnya, Roem pun menelepon Mohammad Natsir seorang politikus Masyumi dan juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri kelima pada periode 5 September 1950– 26 April 1951. Natsir menjawab bahwa puasa dua hari lagi.
Maklum, sebagai partai politik Islam, Masyumi juga memiliki ahli falak yang bisa menentukan tanggal hari besar Islam. Roem pun mengikuti Mohammad Natsir dan mengabarkan itu kepada isterinya untuk bersiap-siap menjalankan puasa.
"Begitulah penulis di tahun 1950 beralih dari pengikut rukyat menjadi pengikut hisab dan penulis tidak merasa murtad," katanya.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV