> >

Silicon Valley Bank Bangkrut, Bagaimana Dampaknya terhadap Keuangan dan Startup di RI?

Ekonomi dan bisnis | 14 Maret 2023, 07:32 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat, tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia yang memiliki kondisi yang kuat dan stabil. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat, tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia yang memiliki kondisi yang kuat dan stabil.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap perbankan di Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line, maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

Selain itu, berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan rintisan berbasis teknologi atau startup maupun kripto.

“Oleh karena itu, OJK mengharapkan masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Dian seperti dikutip dari Antara, Senin (13/3/2023).

Menurutnya, setelah krisis keuangan 1998, Indonesia telah melakukan langkah-langkah mendasar untuk memperkuat kelembagaan, infrastruktur hukum, dan tata kelola industri perbankan, serta memperkuat perlindungan nasabah.

Langkah tersebut telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil.

Baca Juga: MUI Ingatkan Masyarakat Tetap Bayar Pajak, Minta Abaikan Kelakuan Buruk Pegawai Kemenkeu

Hal ini tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik, solid, dan tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.

"Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik, antara lain tampak pada rasio alat likuid (AL) terhadap non core deposit (NCD) dan rasio AL terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen jauh di atas ambang batas minimal masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," ungkap Dian.

Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan dana pihak ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Demikian juga, untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif.

Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori “Bank Dalam Resolusi” yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.

Ia menyampaikan, OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.

Baca Juga: Gegara Pindah-Pindah Bank Uang Rp37 Miliar Rafael di Safe Deposit Box Terbongkar

"OJK terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia," ujarnya.

"Memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan, serta memitigasi risiko konsentrasi yang berdampak terhadap kinerja keuangan bank," ujarnya.

OJK juga meminta perbankan untuk senantiasa melakukan langkah-langkah strategis antara lain meningkatkan fungsi maupun peran Asset & Liability Committee dalam melakukan pengelolaan aset dan kewajiban, mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, melakukan stress test yang komprehensif serta mengkaji dan mengkinikan recovery dan resolution plan secara berkala.

Sementara itu, ekonom sekaligus Executive Director Segara Institute Piter Abdullah mengatakan penutupan SVB berpotensi mengganggu operasional banyak startup global yang mendapatkan pembiayaan dari bank tersebut.

"Ada potensi startup global banyak yang terganggu, atau bahkan harus melakukan rasionalisasi, PHK, dan lain-lain," ucap Piter.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara, Kompas.com


TERBARU