Pergerakan Dana Mencurigakan Rp300 T di Kemenkeu, PPATK: Terkait Tindak Pidana
Ekonomi dan bisnis | 9 Maret 2023, 10:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan, pergerakan dana sebesar Rp300 triliun di Kementerian Keuangan, berasal dari Informasi Hasil Analisis (IHA) Kemenkeu.
"Ya itu terkait data yang sudah kami sampaikan hampir 200 Informasi Hasil Analisis/IHA kepada Kemenkeu sejak 2009-2023. Karena terkait internal Kemenkeu," kata Ivan kepada Kompas TV, Kamis (9/3/2023).
Ivan menegaskan, IHA itu juga sudah disampaikan PPATK ke Kementerian Keuangan. Transaksi keuangan mencurigakan itu disebut terkait dengan tindak pidana.
"Iya (sudah disampaikan Kemenkeu)," ujar Ivan.
"Mutasi rekening yang diduga terkait tindak pidana," tambahnya.
Baca Juga: KPK: Ada Celah Gratifikasi ketika Pegawai Pajak Punya Saham di Perusahaan
Transaksi mencurigakan Rp300 T di Kemenkeu pertama kali diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Kata Mahfud, mayoritas transaksi itu ada di Direktorat Jenderal Bea Cukai. Namun, Ivan enggan menyebut besarannya.
"Rahasia," ucap Ivan.
Ia mengatakan, pihak Kemenkeu sudah berkoordinasi dengan PPATK untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
"Sudah. Kami terus berkoordinasi," ujar Ivan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Askolani menyatakan, pihaknya akan menindaklanjuti informasi soal transaksi mencurigakan tersebut ke PPATK.
"Dan pengalaman kami juga selama ini kemungkinan itu juga akan klarifikasi ke PPATK untuk bisa melihat langsung, mendapatkan langsung dan juga membedah mengenai info yang tadi disampaikan. Mungkin itu yang akan dilakukan segera oleh Pak Irjen sesuai dengan mekanisme yang ada selama ini," tutur Askolani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Irjen Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh mengatakan, Itjen Kemenkeu pun memastikan akan mendalami informasi tersebut.
Baca Juga: KPK Bongkar Modus Temuan Saham di 280 Perusahaan Milik Ratusan Pegawai Pajak: Pakai Nama Istri
"Memang sampai saat ini kami belum, khususnya Inspektorat Jenderal ya, belum tahu. Tapi kami belum menerima informasi yang seperti apa. Nanti akan kami cek. Memang masalah ini sudah tahu di pemberitaan tapi nanti akan kami cek," ujar Awan.
Ia menyampaikan, informasi dari PPATK itu kemungkinan berbentuk LHA atau Laporan Hasil Akhir yang diserahkan ke aparat penegak hukum.
"Kami memang terkait yang tadi kami belum ada informasi, mungkin apa itu, pandangan saya itu pandangan saya mungkin yang diserahkan kepada penegak hukum. Mungkin kan gitu. Nanti kita perlu kita cek ya itu satu ya terkait dengan informasi tadi," kata Awan.
"Jadi pertama, terkait dengan informasi dari PPATK itu sebenarnya ada dua, satu yang sifatnya informasi, satu yang sifatnya LHA, laporan hasil analisis. LHA ini biasanya diserahkan kepada aparat penegak hukum, Jadi kalau Kementerian Keuangan Irjen itu mendapat informasi. Nah, informasi ini bisa sifatnya Irjen Kemenkeu itu proaktif minta ke PPATK," sambungnya.
Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Mahfud MD mengaku mendapat laporan ada pergerakan dana mencurigakan di Kemenkeu sebesar Rp300 T.
"Saya sudah dapat laporan terbaru tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud MD di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Baca Juga: Temuan PPATK soal Kekayaan dan Transaksi Rafael Alun, Setengah Jalan Lagi Menuju Penyidikan
Temuan tersebut, kata Mahfud, di luar transaksi Rp500 miliar dari rekening mantan Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya yang telah dibekukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Mahfud yang juga Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah melaporkan temuan itu langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Selain itu, pihaknya juga minta agar transaksi janggal Kemenkeu itu dilacak.
Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV