> >

Tips dari YLKI agar Konsumen Bisa Komplain Soal Produk/Jasa Tanpa Berujung Dituntut

Ekonomi dan bisnis | 24 Januari 2023, 10:53 WIB
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi membagikan tips agar konsumen bisa memprotes produk atau jasa yang mereka beli tanpa harus berujung dituntut atau disomasi perusahaan terkait. (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Konsumen Meikarta yang mengadukan permasalahannya, kini menghadapi gugatan balik dari perusahaan pembangunan proyek apartemen itu. "Kami merasa hak kami terabaikan. Namun apa tindakan Meikarta? Bukannya sadar, mereka malah menggugat kami dengan tuntutan kerugian materiil dan imateriil dengan nominal yang fantastis. Kami dituntut balik Rp56 miliar," kata salah satu konsumen Meikarta Aep, seperti dikutip dari Youtube Komisi VI DPR RI, Kamis (19/1/2023).

Konsumen yang dituntut produsen atau penjual jasa, bukan sekali terjadi,  karena dinilai mencemarkan nama baik perusahaan. Padahal mungkin saja konsumen tersebut ingin memprotes layanan perusahaan yang buruk atau produk yang diterima tidak sesuai deskripsi awal.

 

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, sebenarnya sah-sah saja jika konsumen melakukan komplain lewat media sosial. Namun ada beberapa hal yang harus dilakukan, agar komplain konsumen tidak ditanggapi lewat jalur hukum oleh pihak produsen.

"Saat ini sudah banyak konsumen yang berani komplain ke pelaku usaha/produsen via medsos officialnya. Ini tanda makin kritis dan  cerdas. Ada yang sukses, banyak juga yang gagal. Apa ini berarti salah? Tidak. Terus, gimana dong? Yok sama2 belajar," tulis Tulus di akun Twitter resmi YLKI, dikutip Selasa (24/1/2023). 

Baca Juga: Keluarga Korban yang Uangnya Dikuras Tukang Becak Ancam Gugat BCA

Berikut tips cara menyampaikan komplain ke perusahan lewat medsos menurut YLKI: 

1. Sampaikan kronologis secara singkat, padat dan jelas. Jika perlu, beri data pendukung.

"Hindari sekedar marah-marah ya, apalagi menggunakan kata yg menjudge. Seperti Mal*ng, Gobl*g, Beg*, dll. Ingat, sebagai konsumen, tunjukan bahwa kita cerdas dan berkelas, seberapapun menahan emosinya," cuit Tulus.

2. Pilih kalimat positif, tak perlu CAPS LOCK
Kalimat positif membuat pengaduaan lebih berdampak baik, bagi diri sendiri dan orang yang membaca. Sehingga mereka akan menganggap sebagai masalah bersama.

"Secara tak langsung, kita sudah membentuk jaringan konsumen yang memiliki permasalahan sama," ujar Tulus.

3. Simak penjelasan dan ikuti prosedur.
Menurut Tulus, tiap kesalahan produk atau layanan layak dikomplain konsumen. Tapi perlu diingat, tiap perusahaan punya prosedur berbeda dalam penanganan komplain.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus Tukang Becak Kuras Rp320 Juta, Ternyata Uangnya untuk Berobat Istri Korban

"Ikuti prosedur dengan tetap fokus perjuangkan hak kita. Oia, tag lembaga terkait, supaya saat ada prosedur yang kurang tepat, bisa dimonitor. Misal, jasa keuangan mention @ojkindonesia, Makanan kemasan ke @BPOM_RI, E-Commerce ke @Kemendag dll. Pastikan tidak salah mention ya. Bisa juga ke lembaga konsumen (YLKI), atau @BPKN_RI atau BPSK. Tidak perlu sampai mention Presiden @jokowi," ujarnya.

4. Berpikir Positif
Berpikir positif akan menjadikan konsumen tidak tegang dan emosi, sehingga pikiran jadi jernih, mudah ambil keputusan dalam hal-hal yang penting serta menganggap komplain Anda pasti ada penyelesaiannya.

"Jika deadlock, bisa kok minta bantuan ke pihak ketiga seperti YLKI. BPKN, BPSK," ucap Tulus.

Baca Juga: Soal Orang Kaya Diminta Jangan Pakai BPJS Kesehatan, YLKI Bilang Menkes Tak Paham UU

5. Berorientasi Solusi. 
Pada dasarnya, komplain adalah cara untuk mendapat kembali apa yang harusnya menjadi hak konsumen. Bukan untuk cari masalah baru.

"Jadi, saat komplain tetaplah berorientasi pada solusi. Tidak perlu berlama-lama nyari siapa yang paling salah, sebab masalah justru tak akan selesai," tuturnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU