> >

Banyak Kasus Kriminal Berawal dari Aplikasi Kencan, Mengapa Masih Banyak yang Pakai?

Ekonomi dan bisnis | 9 Januari 2023, 13:25 WIB
Aplikasi kencan online Tinder (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kasus mutilasi di Bekasi yang dilakukan oleh Ecky Listiantho mengungkapkan fakta bahwa ia melakukan penipuan kepada banyak perempuan lewat aplikasi kencan, badoo.

Bukan hanya Ecky saja,  sudah banyak terjadi kasus kriminal mulai dari penipuan, pelecehan seksual, hingga pembunuhan yang berawal dari aplikasi kencan atau dating apps.

Di Indonesia, ada sejumlah aplikasi kencan yang biasa digunakan seperti Tinder, Bumble, OkCupid, Badoo, Coffe Meets Bagel dan banyak lainnya. Aplikasi ini memudahkan penggunanya untuk menemukan teman kencan yang sesuai dengan keinginannya. Bahkan menghubungkan sesama pengguna yang tinggal di negara berbeda. Sehingga, misalnya, perempuan Indonesia bisa berkencan online dengan bule Inggris.

Pengguna aplikasi kencan juga tak terbatas pada kalangan biasa, pesohor seperti artis dan atlet juga ada yang pernah terang-terangan mengaku menggunakan aplikasi kencan.

Baca Juga: Diungkap Mantan Pacar, Ecky Ternyata Incar Wanita Lebih Tua Berpenghasilan, Modusnya Mengaku Duda

Alasan orang menggunakan aplikasi kencan juga berbeda-beda. Mulai dari penasaran, ikut-ikutan teman, hingga sebagai upaya untuk moved on setelah patah hati.

Seperti yang dilakukan Anya (29), bukan nama sebenarnya, yang mulai menggunakan Tinder sejak 2019. Kepada Kompas TV, ia mengaku mulai main Tinder karena habis patah hati.

Anya pun mengaku ia sebenarnya tidak bermasalah jika harus mencari teman kencan secara langsung. Namun ia ingin mencari pengalaman baru.

“Enggak ada masalah sebenarnya. Cuma pengen cari petualangan baru aja. Patah hatinya sama orang yang udah cukup kenal gitu soalnya. Jadi mau coba sama yang bener-bener random dan stranger,” kata Anya,  Senin (9/1/2023).

Ia bercerita, punya tips tersendiri agar tak menjadi korban penipuan di Tinder. Anya sudah mensugesti dirinya agar tak cepat percaya dengan setiap laki-laki yang dikenalnya di aplikasi itu.

Baca Juga: Unisba Ungkap Ecky Pelaku Mutilasi di Bekasi sebagai Mahasiswa Bermasalah dan Tak Lulus Kuliah

Lalu jangan mudah diajak bertemu, apalagi jika diajak berkunjung ke rumah atau kos-kosan si lelaki. Anya memastikan harus mengobrol panjang lebar dulu sampe akhirnya yakin untuk bertemu.

“Kalau dari awal obrolannya udah menjurus ke hal negatif, langsung hapus. Pas ketemu pun, cari tempat ramai dan di tengah-tengah. Jangan biarin si partner date-nya jemput di rumah/kosan. Selalu nolak dan enggak lanjut ketemu juga kalau diajak ke rumah/kosan dia sejak awal,” ujar Anya.

Ia sudah bertemu langsung dengan lima pria yang dikenalnya lewat Tinder. Hingga akhirnya, pria ke-5 kini menjadi suaminya. Anya mengatakan dirinya cocok dengan suaminya saat ini, sewaktu baru kenal di Tinder. Setelah intens mengobrol, mereka pun memutuskan untuk bertemu.

Menurutnya, banyak pria yang memoles profilnya dan foto mereka di Tinder agar menarik. Padahal kenyataannya banyak bohongnya.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus Mutilasi Bekasi, Angela Kenal Ecky lewat Forum Berkebun di Internet pada 2018

“Kalau sama suamiku, banyak benernya. Semua yang dia tulis di Tinder itu fakta. Makanya akhirnya berani untuk lanjut berhubungan,” ucapnya.

Setelah resmi berpacaran, Anya pun langsung menghapus aplikasi Tinder dari ponselnya.

Ada juga Nani (40), yang sejak awal memilih aplikasi kencan Bumble, yang menurutnya lebih ramah perempuan. Ia menyampaikan, ada fitur di apps tersebut yang membuat pengguna laki-laki tak bisa mengontak user perempuan lebih dulu.

“Saya pakai Bumble, ada fitur untuk "melindungi" user perempuan dari pendekatan yang tidak diinginkan. Mekanismenya user lelaki tidak bisa chat duluan jika belum dimulai oleh user perempuan. Bisa juga pakai akses premium, sehingga lebih aman lagi,” kata Nani dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengatakan, alasannya menggunakan aplikasi kencan karena memberi ruang untuk berkenalan dengan orang baru. Soalnya, kehidupan Nani selama ini berkutat pada kantor, klien, teman, dan tetangga.

“Bisa online jadi enggak harus langsung ketemu kan. Jadi enggak perlu usaha untuk keluar rumah dan minim ongkos juga,” sebutnya.

Baca Juga: Polisi Ungkap Ecky Tutupi Bau Jasad Angela selama Setahun Lebih dengan Bubuk Kopi

Di sisi lain, ia menyadari dating apps banyak menyimpan risiko yang membahayakan dirinya. Lantaran siapapun bisa menjadi apapun di aplikasi tersebut.

Ia juga mengaku kesulitan mencari teman kencan yang seumuran. Sehingga ia harus menurunkan rentang usia teman kencannya, yaitu laki-laki berusia 30-40 tahun.

Pengguna Tinder lainnya, Tari (34), juga melakukan langkah khusus untuk mengamankan identitasnya. Ia tak pernah memberi nomor ponselnya kepada pengguna lain. Semua kontak lanjutan dilakukan lewat aplikasi pesan Line. Dirinya merasa match dengan beberapa laki-laki, sampai akhirnya memutuskan melakukan video call dengan seorang pria yang ia rasa paling ‘nyambung’ saat mengobrol.

“Tapi kaget banget waktu liat oragnya enggak sesuai sama yang di foto. Dia pasang foto pas masih muda. Sedangkan pas video call keliatan udah berumur dan kepalanya udah botak. Habis itu langsung aku uninstall Tinder nya,” tutur Novi sambil tertawa.

Anya, Nani dan Tari adalah contoh perempuan yang berusaha menemukan jodoh dengan bantuan aplikasi. Meski terkadang menelan korban, namun tetap banyak digunakan. Kuncinya, bersikap waspada.  

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber :


TERBARU