> >

Pandemi Jadi Berkah Buat Industri Jamu RI, Ekspor Jamu 2021 Capai Rp643 Miliar

Ekonomi dan bisnis | 21 November 2022, 07:38 WIB
Ilustrasi jamu. Ekspor Jamu Indonesia pada 2021 nilainya mencapai Rp643 miliar. (Sumber: Kemlu.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia memiliki kekayaan alam berupa tanaman obat. Hampir 75 persen spesies tanaman obat yang ada di dunia, tumbuh di Indonesia. Tanaman obat itu kemudian bisa diolah menjadi jamu. Selain dikonsumsi di dalam negeri, jamu juga sudah diekspor ke berbagai negara.

Saat pandemi melanda di tahun 2020, konsumsi jamu oleh masyarakat Indonesia meningkat pesat. Masyarakat mengonsumsi jamu untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga mengurangi risiko terpapar Covid-19.

Ekspor jamu ke luar negeri juga mencatatkan nilai yang tidak sedikit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) total nilai ekspor Jamu Indonesia pada 2021 mencapai 41,5 juta dollar AS. A atau sekitar Rp643 miliar ( asumsi kurs Rp15.500).

Untuk meningkatkan ekspor jamu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya menggencarkan promosi jamu herbal ke berbagai dunia melalui atase perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, saat ini merupakan momentum penting untuk memperkuat penetrasi ke pasar internasional lantaran produk herbal tengah menjadi tren dan diminati masyarakat internasional.

Baca Juga: Bengkulu Ekspor 6.000 Ekor Lintah ke Malaysia dan Filipina

Hal itu ia sampaikan saat meninjau pabrik produksi jamu Sabdo Palon di desa Gatakrejo, Nguter, Sukoharjo, akhir pekan lalu.

 

"Dunia ini sedang menyukai produk-produk herbal dan kembali menggemari bahan-bahan alami. Tentu peluang ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, nanti produk jamu Sabdo Palon dapat dipromosikan oleh para perwakilan perdagangan di luar negeri," kata Zulhas seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (21/11/2022).

"Kami berkomitmen untuk terus membuka pasar baru dengan melaksanakan misi dagang. Saat ini kami menyasar pasar Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah, misalnya seperti negara India, Bangladesh, dan Pakistan. Harapannya, perusahaan jamu seperti Sabdo Palon dapat ikut di salah satunya," ucapnya.

Zulkifli berharap, jika banyak produk dalam negeri menembus pasar global dan rutin melakukan ekspor, maka akan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja, pendapatan pajak, dan devisa negara.

Perusahaan jamu Sabdo Palon diketahui telah berdiri sejak 1976 di desa Gatakrejo, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pada tahap awal, Sabdo Palon hanya menjadi pemasok bahan jamu kecil-kecilan ke perajin jamu yang sudah banyak berdiri di wilayah Ngunter.

Baca Juga: Dirjen Minerba soal Larangan Ekspor Timah: Jangan Sampai Bisa Buat, tapi Tak Bisa Jual

Perusahaan terus berkembang dengan memanfaatkan inovasi teknologi, serta banyak memperkerjakan warga Sukoharjo dan sekitarnya yang memiliki 196 karyawan.

Kini, permintaan produk sudah menjangkau seluruh Indonesia, bahkan ada juga kulakan dari pasar Nguter yang dibawa ke Malaysia.

Kapasitas produksi per bulan rata-rata sebesar 5 ton serbuk dengan berbagai kemasan. Produk jamu Sabdo Palon pun telah memiliki lebih dari 100 jenis produk mulai dari racikan, pil, sirop, hingga jamu bubuk siap seduh.

Namun, ekspor jamu khas Indonesia bukannya tanpa hambatan. Data Gabungan Pengusaha (GP) Jamu mencatat, saat ini nilai pasar dunia atau kapitalisasi terhadap produk obat alam berkisar sekitar Rp1.936,9 trilliun, dan nilai tersebut akan terus meningkat.

Namun, penguasaan jamu Indonesia terhadap pasar dunia masih sangat rendah, yaitu Rp16 triliun atau hanya 0,8 persen dari total pasar dunia.

Baca Juga: Sejumlah Komoditas Ekspor Kinerjanya Tak Terpengaruh Resesi Dunia, Sawit Tetap Jaya

Mengutip dari laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Badan POM RI Penny K. Lukito mengungkapkan tantangan ekspor jamu adalah terkait aspek kualitas jamu, baik keamanan, kemanfaatan, dan mutu produk, termasuk kemampuan penetrasi pasar di negara tujuan.

Menurut Penny, produk jamu harus memenuhi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). BPOM pun memberikan bimbingan teknis pemenuhan standar CPOTB internasional dan percepatan perizinan kepada pelaku usaha. Terlebih mayoritas 90 persen produsen jamu adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Badan POM juga aktif melakukan pendampingan bagi pelaku usaha, termasuk UMKM, agar mampu memenuhi persyaratan ekspor. Selain itu, juga dengan memperbarui digitalisasi pelayanan publik untuk berbagai sertifikasi perizinan, misalnya Surat Keterangan Ekspor (SKE).

"Saat ini, Badan POM tengah mengusulkan penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pelayanan publik terkait ekspor," ujar Penny.

Sementara itu, Ketua Umum GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan, hingga saat ini ada 13 industri jamu di Indonesia yang mengekspor produknya ke mancanegara. Dari 58 negara penerima ekspor jamu dan Indonesia sudah mengekspor ke 43 negara. Sehingga masih ada 15 negara yang belum dimasuki Indonesia.

Baca Juga: PHK 1.300 Pegawai, GoTo Beri Pesangon, Tambahan Gaji, Laptop, dan Konseling Karir

Dia menyebut ada lima kendala yang kerap dihadapi yaitu mulai dari aspek regulasi, perizinan, pembiayaan, legalitas, dan promosi. Terutama bagi mereka produsen UMKM jamu.

"Kami berharap pemerintah bisa memfasilitasi sejumlah bantuan seperti percepatan legalisir dokumen ekspor dan diplomasi dengan negara tujuan," ucap Ranny.

"Selain itu, perlu harmonisasi standardisasi Good Manufacturing Practices (GMP) internasional dan keringanan pembiayaan pengiriman sampel produk. Pendampingan legalitas perusahaan dan pengembangan promosi juga penting untuk meningkatkan peluang ekspor di berbagai negara," ujarnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.com


TERBARU