> >

Beda dari Resesi Ekonomi, RI Pernah Alami Krisis Ekonomi Parah pada 1998

Ekonomi dan bisnis | 29 September 2022, 13:38 WIB
Ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR memprotes agar Soeharto mundur dari jabatannya. Krisis moneter 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial, dan politik hingga 1998 di Indonesia. (Sumber: Kompas.com )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejak pandemi melanda, publik banyak mendengar tentang negara-negara yang mengalami resesi ekonomi, termasuk Indonesia. Kondisi itu diperparah dengan perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis energi dan krisis pangan.

Bukan hanya negara berkembang seperti Sri Lanka yang terdampak, negara maju seperti Inggris pun saat ini mengalami krisis ekonomi karena biaya hidup semakin naik dan sulit dijangkau masyarakat. Tahun depan, bahkan diprediksi kondisinya akan lebih sulit lagi bagi negara-negara di dunia.

Tapi sebenarnya, resesi ekonomi berbeda dengan krisis ekonomi. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, resesi adalah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut.

Sementara krisis ekonomi adalah situasi di mana terjadi penurunan beberapa indikator ekonomi. Seperti misalnya krisis finansial berarti yang turun adalah sektor keuangan, nilai tukar rupiah, hingga kinerja perbankan.

Baca Juga: Bujet Bulanan Menipis karena Harga-harga Naik, Ini Daftar Investasi dengan Modal Kecil

Dampak yang terjadi dalam resesi bisa lebih besar dan luas dibandingkan dengan krisis. Selain itu, dari sisi waktunya pun lebih panjang.

 

"Satu kuartal negatif juga bisa dikategorikan sebagai krisis," kata Bhima seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/9/2022).

"Kalau resesi ekonomi lebih merata di seluruh sektor ekonomi baik sektor finansial maupun sektor riil," ujarnya.

Indonesia mengalami resesi ekonomi tahun 2020, karena pertumbuhan ekonomi di kuartal II minus 5,32 persen. Lalu di kuartal III juga minus 3,49 persen jika dibanding periode yang sama tahun lalu.

Indonesia juga pernah mengalami krisis keuangan pada tahun 2008. Namun dampaknya tidak besar karena kondisi fundamental ekonomi RI masih baik, serta ada UMKM yang jadi tulang punggung perekonomian.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Dunia Bakal Resesi di 2023, Ini Pilihan Investasi yang Tahan Krisis Ekonomi

Nah, krisis ekonomi terburuk yang dialami Indonesia adalah pada periode 1997-1998. Krisis dimulai dengan masalah moneter di Thailand yang menyebabkan investor keluar dari kawasan Asia Tenggara karena kehilangan kepercayaan.

Krisis moneter yang menjadi krisis ekonomi saat itu dialami oleh hampir semua negara di Asia Tenggara dan Asia Timur, namun Indonesia menjadi negara yang paling terpukul. Karena krisis ini tidak hanya berdampak terhadap ekonomi tetapi juga berdampak signifikan dan menyeluruh terhadap sistem politik dan keadaan sosial di Indonesia.

Mengutip dari laman Indonesiainvestment.com, pada tanggal 1 Januari 1998, nilai nominal rupiah hanya 30 persen dari nilai yang pernah dicapai pada bulan Juni 1997. Nilai tukar rupiah yang mulanya Rp 2.700 per 4 Agustus 1997, melonjak jadi Rp 14.555 per 23 Januari 1998.

Anjloknya nilai rupiah membuat perusahaan di Indonesia berlomba-lomba membeli dolar sehingga menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk situasi utang yang dimiliki oleh para perusahaan.

Pemerintah Indonesia meminta bantuan pada IMF yang memberikan pinjaman 43 miliar dollar AS. Namun IMF meminta Indonesia melakukan sederet langkah penyehatan ekonomi, termasuk menutup belasan bank swasta. Hal itu mengakibatkan penarikan yang besar-besaran di bank lain dan membuat kesulitan keuangan.

Baca Juga: BLT Ojol Cair Rp150.000/Bulan, Asosiasi Minta Tambah 2 Kali Lipat dan Subsidi Pertalite

Akhirnya, Bank Indonesia memberikan bantuan likuiditas yang ternyata bermasalah sampai sekarang. Krisis ekonomi saat itu juga disebabkan oleh kekeringan parah yang disebabkan oleh El Nino. Sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan hasil panen yang buruk.

Kemudian peningkatan spekulasi tentang memburuknya kesehatan Soeharto sehingga menyebabkan adanya ketidakpastian politik.

Pada 1996, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 8 persen, 1997 sebesar 4,7 persen, lalu 1998 sebesar minus 13,6 persen. Lalu tingkat inflasi pada 1996 tercatat sebesar 6,5 persen, 1997 sebesar 11,6 persen, dan puncaknya 1998 mencapai 65 persen.

Inflasi selangit dan jebloknya nilai rupiah, membuat tabungan dan investasi masyarakat yang ada di bank juga menjadi tidak bernilai.

Kenaikan harga-harga membuat konsumsi menurun, penjualan perusahaan merosot, hingga perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan Kerja (PHK).

Baca Juga: Krisis Inggris Memilukan, Anak Sekolah Pura-Pura Makan dari Kotak Kosong Karena Tak Mampu Beli Bekal

Dalam sebuah laporan yang diunggah di situs resmi Bank Indonesia, disebutkan  jumlah pengangguran sebelum krisis ada di angka 3 atau 4 juta jiwa. Namun pada tahun 1998, jumlah pengangguran diprediksi membengkak menjadi 13,8 juta orang. Artinya, ada sekitar 9,8 juta orang pengangguran baru yang tercipta pada tahun 1998.

Laporan itu ditulis oleh beberapa Wakil Kepala Kajian APEC UI, Lepi Tarmizi, dalam laporan berjudul ‘Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran’ (1999).
 

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU