Indonesia Tak Ingin Bergantung pada Kedelai Impor, BPN Segera Tetapkan Kebijakan Harga
Kebijakan | 20 September 2022, 14:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Kebijakan soal harga acuan pembelian kedelai lokal akan segera di tetapkan. Langkah ini dalam rangka membantu petani dan meningkatkan produksi dalam negeri.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menuturkan, penetapan harga acuan kedelai tersebut akan mampu memacu petani untuk lebih semangat bertanam sehingga dapat meningkatkan produksi dalam negeri.
“Kita segera menyiapkan kebijakan harga tersebut, tentunya dengan mengajak semua pemangku kepentingan terkait untuk duduk bersama,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (20/9/2022), dikutip Antara.
Hal ni adalah tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas (Ratas) Peningkatan Produktivitas Kedelai di Istana Merdeka pada Senin (19/9).
Arief menyebut kisaran harga acuan kedelai sekitar 10 ribu rupiah per kilogram. Harga di kisaran tersebut harus dapat memberikan keuntungan bagi petani.
Namun, penetapan harga tersebut juga harus beriringan dengan peningkatan produktivitas kedelai yang dihasilkan.
Baca Juga: Kuatkan Pangan Dalam Negeri, Para Importir Wajib Serap Kedelai Petani Lokal
Upaya naikkan produksi dalam negeri
Presiden dalam arahannya menekankan agar kebutuhan kedelai di Indonesia tidak bergantung pada impor. Dari situ, Kementerian Pertanian (Kementan) diminta untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menanam bibit varietas unggul, dan bila diperlukan menggunakan bibit produk rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO).
Dengan menggunakan bibit GMO, diharapkan produksi kedelai per hektare dapat meningkat dari 1,6 sampai 2 ton per hektare menjadi sekitar 3,5 sampai 4 ton per hektare.
Untuk mendorong peningkatan produksi kedelai, pemerintah melalui Kementan tengah menyiapkan perluasan lahan tanam kedelai dengan mengejar target hingga 600 ribu hektare produksi secara bertahap.
Salah satunya melalui optimalisasi lahan di Konawe, provinsi Sulawesi Tenggara, sekitar 30 ribu hektare.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV