> >

Tarif Ojol Naik, Indef: Tenaga Kerja Bisa Turun dan Penduduk Miskin Bertambah 0,14 Persen

Ekonomi dan bisnis | 12 September 2022, 05:15 WIB
Pengemudi ojek online menunggu calon penumpang di kawasan Blora, Jakarta, Jumat (9/9/2022). Indef menilai kenaikan tarif ojol bisa meningkatan inflasi, berkurangnya produk domestik bruto (PDB), hingga pertambahan jumlah penduduk miskin. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kenaikan tarif ojek online atau ojol resmi berlaku pada 10 September lalu. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, hal tersebut bisa memicu peningkatan inflasi, berkurangnya produk domestik bruto (PDB), hingga pertambahan jumlah penduduk miskin.

Pasalnya, sektor transportasi merupakan penyumbang inflasi tertinggi kedua setelah makanan, minuman dan tembakau.

"Inflasi kita saat ini cukup tinggi di 4,69 persen (Agustus 2022). Adanya kenaikan BBM dan diikuti dengan kenaikan transportasi bisa mengerek inflasi jauh lebih tinggi lagi. Ini yang kita tidak mau," kata Nailul seperti dikutip dari Antara, Mingu (11/9/2022).

Berdasarakan hitungan Indef, kenaikan tarif ojol bisa memicu kenaikan inflasi hingga 2 persen. Sehingga akan mengurangi produk domestik bruto (PDB) hingga Rp1,76 triliun, serta menyebabkan gaji atau upah tenaga kerja nasional secara riil turun 0,0094 persen.

Baca Juga: 2 Tuntutan Ini Tak Dipenuhi Kemenhub dan Bikin Asosiasi Pengemudi Tolak Tarif Ojol yang Baru

"Selain itu, menurunkan pendapatan usaha sebesar 0,0107 persen, ada potensi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 14.000 dan ada potensi kenaikan jumlah penduduk miskin 0,14 persen," ujarnya.

Sedangkan jika kenaikan tarif ojol mendorong kenaikan inflasi nasional hingga 0,5 persen, maka pengurangan PDB diprediksi Rp436 miliar, upah tenaga kerja turun 0,0006 persen, potensi penurunan jumlah tenaga kerja hanya 869 jiwa dan kenaikan jumlah penduduk miskin juga relatif terbatas dengan 0,04 persen.

"Ini yang relatif masih bisa diterima oleh kondisi makro ekonomi kita," tambahnya.

Menurutnya, saat pemerintah berencana untuk menaikkan tarif ojek online sebesar 30-45 persen, berbagai kalangan mengkritisinya. Karena bisa menyebabkan inflasi tinggi yang merembet ke semua bidang.

Baca Juga: Pemerintah Kantongi Rp8,2 T dari Pajak Digital Google, Facebook Dkk

"Makanya ketika isunya akan naik 30-45 persen, itu kita kritis sekali. Kita tidak mau ini terlalu tinggi sehingga menyebabkan inflasi kita tinggi dan efek dominonya kemana-mana. Makanya kita minta hitung ulang karena terkait dengan dampak inflasi yang bisa saja terjadi," jelasnya.

Kenaikan tarif yang ditetapkan Kemenhub saat ini adalah sebesar 10 persen dari tarif lama. Berikut rincian tarif ojek online atau ojol berdasarkan zonasi yang ditetapkan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub:

1. Tarif Ojol Zona I (Sumatera, Bali, dan Jawa selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi)
Biaya jasa batas bawah : Rp 2.000 per km
Biaya jasa batas atas : Rp 2.500 per km
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa per 4 km pertama antara Rp 8.000 sampai Rp 10.000

Baca Juga: Pertamina Minta Data Pemilik Mobil dari Korlantas Polri untuk Pembatasan BBM

2. Tarif Ojol Zona II (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi/Jabodetabek)
Biaya jasa batas bawah : Rp 2.550 per km
Biaya jasa batas atas : Rp 2.800 per km
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa per 4 km antara Rp 10.200 sampai Rp 11.200

3. Tarif Ojol Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku dan Papua)
Biaya jasa batas bawah : Rp 2.300 per km
Biaya jasa batas atas : Rp 2.750 per km
Biaya jasa minimal dengan rentang biaya jasa per 4 km antara Rp 9.200 sampai Rp 11.000.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU