Lesunya Permintaan Global Jadi Tantangan Besar Soal Ekspor CPO Indonesia
Ekonomi dan bisnis | 27 Juli 2022, 10:33 WIBEddy pun menyebut, kondisi pasar dan harga CPO tersebut menempatkan ekspor CPO Indonesia dalam posisi dilematis.
Jika ekspor terus didorong, harga CPO global akan tertekan dan serapan pasar masih lambat, tetapi TBS petani bisa terserap. Namun, jika ekspor kurang optimal, tangki-tangki CPO bakal lambat kosong serta memperlambat serapan dan kenaikan harga TBS.
"Sekarang pilihannya apakah membiarkan tangki-tangki tetap penuh atau mendorong ekspor walaupun harga akan turun, tetapi nanti akan terbentuk harga keseimbangan baru. Posisi pasar yang lesu saat ini hanya sementara, ” terangnya.
Eddy melanjutkan, jika tetap mempertahankan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO), pemerintah diharapkan memperbesar rasio ekspor terhadap DMO. Program biodiesel dari 30 persen (B30) menjadi 35 persen (B35) baru bisa menyerap CPO sekitar 1,5 juta ton setahun.
Saat ini, pemerintah masih memberlakukan kebijakan DMO CPO dan sejumlah produk turunannya.
Pemerintah juga masih memberikan insentif ekspor CPO sebesar tujuh kali lipat dari pemenuhan DMO atau 1:7 bagi masing-masing perusahaan. Pemerintah berencana menaikkan insentif itu menjadi 8,4 kali lipat dari pemenuhan DMO (1:8,4).
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Palm Oil Agribusiness Strategic Policy (PASPI), stok akhir minyak sawit pada Januari-Mei 2021 mencapai 3,07 juta ton. Sementara pada Januari-Mei 2022 jumlahnya melonjak menjadi 7,23 juta ton.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas.id