> >

Kajian Fakultas Pertanian UGM: Kebijakan Pupuk Bersubsidi yang Sudah 50 Tahun Lebih, Tak Efektif

Kebijakan | 19 Juli 2022, 20:04 WIB
Ilustrasi - Stok pupuk bersubsidi di Gudang Pusri. (Sumber: Kompas.TV/Ant)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Kebijakan pupuk bersubsidi di Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun dianggap tidak efektif dan justru merugikan. Hasil kajian tim Fakultas Pertanian UGM yang dipimpin Jamhari mencatat ada ketidaktepatan sasaran distribusi pupuk bersubsidi.

”Yang menyerap bukan petani, serapan ini dilakukan oleh pengecer resmi. Distribusinya apakah ke petani penerima atau ke siapa, kita tidak tahu,” kata Jamhari dalam seminar nasional yang bertajuk Mengkaji Ulang Kebijakan Subsidi Pupuk di ruang seminar University Club UGM, Senin (18/7/2022).

Berdasarkan hasil kajian tim Fakultas Pertanian UGM, dari sampel 100.000 kartu tani sebagai tanda penerima pupuk bersubsidi, ternyata hanya 37.000 yang melakukan transaksi.

 

Baca Juga: Pemerintah Kurangi Pupuk Bersubsidi, Petani Khawatirkan Dampaknya pada Penurunan Produksi

Menurut Jamhari, petani yang seharusnya menerima manfaat dari negara lewat anggaran subsidi yang dikucurkan. Apalagi setiap tahun negara mengalokasikan sekitar Rp26 triliun untuk pupuk.

Kendati demikian, ia berpendapat menghentikan subsidi pupuk begitu saja bukanlah jalan keluar yang bijaksana.

Terlebih, petani yang sudah berpuluh tahun dibuat tergantung pada pupuk pabrikan dan menikmati harga murah, akan keberatan jika tiba-tiba harus membeli pupuk yang non-subsidi karena harganya mencapai lebih dari dua kali lipat harga pupuk bersubsidi.

Fakultas Pertanian UGM merekomendasikan perbaikan kebijakan subsidi pupuk oleh pemerintah karena berkaitan dengan perencanaan anggaran subsidi yang besar serta perbaikan teknis penyaluran pupuk bersubsidi.

Di tengah persoalan krisis pangan global sekarang ini, Jamhari menilai pemerintah perlu melakukan langkah yang tepat untuk memberikan perhatian yang lebih besar bagi pengembangan pertanian dalam meningkatkan produksi pangan.

“Bukan hanya soal pupuk namun juga dari penambahan luasan lahan,” ucapnya.

Misalnya, variabel luas lahan produksi padi perlu diperluas, sementara pupuk memberikan kontribusi produksi 0,2 ton per hektare per tahun.

Baca Juga: Untuk Meraup Untung Berlipat, Para Pelaku Mengemas Ulang 279,45 Ton Pupuk Bersubsidi

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU