Eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo Sebut NIK Gabung NPWP Kurang Ampuh Dongkrak Pajak
Ekonomi dan bisnis | 17 Juni 2022, 10:14 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Mulai tahun depan, pemerintah akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas wajib pajak.
Integrasi sistem perpajakan dengan basis data kependudukan ini diharapkan dapat menyederhanakan administrasi untuk kepentingan nasional. Lalu apa keuntungannya?
Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadi Poernomo menilai penggabungan NIK dengan NPWP itu hanya untuk mempermudah administrasi saja. Secara umum, tak akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak secara signifikan.
Kata dia, integrasi NIK dengan NPWP itu berbeda dengan nomor identitas tunggal atau Single Indentity Number (SIN) Pajak yang digagasnya sejak 2004. Sehingga penyatuan tersebut tak akan banyak berpengaruh terhadap penerimaan pajak.
"SIN Pajak berbeda dengan integrasi NIK dengan NPW. Itu dua hal yang berbeda. Ini jenis kelaminnya berbeda," kata Hadi dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Jumat (17/6/2022).
Baca Juga: NIK Jadi NPWP Mulai 2023, Ini Cara Kerjanya dan Besaran Tarif PPh
Hadi yang juga mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut, tujuan integrasi NIK dengan NPWP hanya mempermudah administrasi.
Dalam integrasi itu tak ada kewajiban wajib pajak untuk membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak. Sehingga masih ada kemungkinan untuk menggelapkan pajak, kata dia.
Berbeda dengan SIN Pajak. Penerapan SIN mewajibkan semua pihak untuk membuka dan menyambungkan sistemnya ke pajak. Termasuk yang rahasia.
Artinya, kata Hadi, semua dipaksa jujur. Dengan begitu, SIN dinilai efektif dalam pencegahan tindak pidana korupsi dan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak.
"Penerapan SIN mampu meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) minimal 13 persen," ujar Hadi.
Kelemahan lain dalam menyatukan NPWP dan NIK, lanjut Hadi, berkaitan dengan sifat rahasia data Pajak.
Baca Juga: Atasan Hilang Kendali, Pegawai Ditjen Pajak Pukul Bawahan hingga Tersungkur, Kini Dievaluasi
Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) mengatakan, setiap petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak seperti SPT, laporan keuangan dan lain-lain.
"Kalau gabung dengan NIK, nanti kalau bocor siapa yang bertanggung jawab? Ini ada pidananya. Bisa dibui nanti," ucapnya.
Selain itu, sambungnya, wali data seharusnya berada pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu sebagai Penerima Kewenangan Atributif.
"Belum lagi masalah kecukupan data sesuai keinginan pemerintah, untuk meneliti uji kepatuhan aliran data pihak ketiga yang bahkan tidak ada dalam database NIK yang akan digabungkan dengan NPWP," tutur Hadi.
Baca Juga: Sehari Jadi Menteri, Zulhas Langsung Turun ke Pasar: Masalah Utama Kita Bergantung Impor
Seperti diketahui, pemerintah akan menerapkan penggunaan NIK sebagai NPWP mulai 2023. Penggabungan NIK dengan NPWP, bertujuan untuk integrasi satu data nasional.
Data tersebut akan menjadi acuan dari setiap dokumentasi, aktivitas bisnis, maupun kewajiban perpajakan warga negara.
Nantinya, penggunaan NIK sebagai NPWP hanya untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP). Sedangkan wajib pajak badan usaha menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk basis data pajaknya.
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV