Tak Miliki Sertifikat Fisheries, Sedikitnya100 Nelayan dan ABK Alami Kecelakaan Kerja per Tahun
Ekonomi dan bisnis | 31 Mei 2022, 16:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Anak buah kapal atau ABK di kapal ikan dalam negeri ternyata banyak yang belum bersertifikat. Padahal, sertifikat itu jadi prasyarat bekerja di laut.
Hal ini merupakan temuan yang diungkapkan oleh lembaga pemerhati kelautan Destructive Fishing Watch (DFW) yang melakukan kajian di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru, Jakarta.
"Sebagian besar atau 94 persen awak kapal perikanan yang kami survei tidak memiliki sertifikat dasar sebagai ABK kapal ikan," sebut Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Hal itu dinilai sangat ironis, karena akan berdampak kepada aspek keselamatan dan kesejahteraan awak kapal perikanan dalam pekerjaan mereka.
Untuk itu, otoritas terkait yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) perlu melakukan koordinasi, pengawasan bersama atau inspeksi, dan memberikan sanksi kepada pemilik kapal dan perusahaan yang mempekerjakan awak kapal perikanan (AKP) yang tidak memiliki sertifikat.
Adapun, Abdi menjelaskan, sertifikat yang dimaksud dalam hal ini adalah Sertifikat Keselamatan Dasar Perikanan atau BST-Fisheries.
Dalam ketentuan pasal 118 Permen KKP No 33/2021 menyebutkan, AKP yang bekerja di kapal ikan ukuran 30-300 GT wajib memiliki BST-F.
Baca Juga: Tekan Pelanggaran Penangkapan Ikan di Australia, KKP Siapkan Pencaharian Alternatif bagi Nelayan
Oleh karena itu, kondisi ini dipandang tidak sesuai dengan ketentuan PP 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Permen KP No 33/2021 tentang Tata Kelola Pengawakan Kapal Perikanan.
Manfaat sertifikat
Survei tersebut, disebutkan Abdi, juga menemukan bahwa 27 persen ABK tidak mengetahui manfaat sertifikasi. Padahal, sertifikasi ini penting sebagai bukti eksistensi mereka sebagai awak kapal perikanan.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Antara