> >

Petani Sawit Mau Unjuk Rasa Minta Larangan Ekspor Dicabut, Sebut Sudah Rugi Rp11 Triliun

Ekonomi dan bisnis | 17 Mei 2022, 10:17 WIB
Sejumlah petani mengangkut tandan buah segar (TBS) hasil panen kelapa sawit ke dalam truk untuk dibawa ke pabrik di Kawasan perkebunan Batang Serangan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hingga saat ini pemerintah belum mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) pun mengaku, kebijakan itu sudah membuat mereka merugi hingga Rp11,7 triliun.

Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung mengatakan, pendapatan petani sawit anjlok lantaran harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Jumlah tersebut bisa bertambah jika menghitung hilangnya potensi pendapatan bea keluar ekspor sawit.

"Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi Rp11,7 triliun sampai akhir April, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui bea keluar, terkhusus pungutan ekspor di mana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp 3,5 triliun per bulannya," kata Gulat lewat keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (17/5/2022).

Harga TBS anjlok karena permintaannya menurun. Sebab, banyak pabrik sawit yang sudah berhenti beroperasi karena tidak bisa mengekspor produknya. Ia menyebut, dari 1.118 pabrik sawit di Indonesia, 25 persennya sudah berhenti membeli TBS sawit petani.

Baca Juga: Berlangsung di 3 Lokasi, Aksi Unjuk Rasa Petani Sawit Akan Dimulai Pukul 9.00 WIB

Selain itu, harga TBS juga langsung anjlok begitu pemerintah mengumumkan larangan ekspor.

"Dampaknya luar biasa, telah mengganggu sendi-sendi ekonomi petani sawit dan rantai ekonomi nasional," ujar Gulat.

Para petani sawit pun berencana menggelar unjuk rasa di berbagai daerah pada Selasa (17/5). Mereka merasa dirugikan dengan kebijakan Presiden Jokowi.

Padahal, kebijakan itu diambil karena gangguan pasokan Minyak Goreng Sawit (MGS) domestik dan harga MGS curah yang tergolong mahal, padahal sudah disubsidi.

Baca Juga: Harga Minyak Goreng Curah di Nusa Tenggara Timur Masih menembus Rp 27.000/ Liter

Gulat mengatakan, unjuk rasa akan diikuti oleh lebih dari 250 peserta yang melibatkan petani sawit anggota Apkasindo di 22 Provinsi dan 146 Kabupaten/Kota, serta anak petani sawit yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sawit (Formasi) Indonesia.

“Petani sawit yang datang ke Jakarta mulai dari Aceh sampai Papua Barat akan berpakaian adat-budaya masing-masing, kami ingin menunjukkan sawit itu pemersatu bangsa dan anugerah Tuhan kepada Indonesia," ungkapnya.

Mereka akan menyuarakan 5 tuntutan kepada Presiden Jokowi. Yaitu:

1. Negara harus melindungi 16 juta petani sebagai dampak turunnya harga TBS sawit sebesar 70 persen di 22 provinsi sawit.

2. Meminta Presiden Joko Widodo meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit.

Baca Juga: BUMN Salurkan Minyak Goreng Curah Rp14.000, Bisa Dibeli di Pasar dan Warung

3. Meminta Jokowi tidak hanya mensubsidi MGS curah, tapi juga MGS Kemasan Sederhana (MGS Gotong Royong). Sekaligus meminta Jokowi untuk memperkokoh jaringan distribusi minyak goreng sawit, khususnya yang bersubsidi dengan melibatkan aparat TNI-Polri.

4. Membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30 persen dikelola oleh koperasi untuk kebutuhan domestik.

5. Meminta Jokowi untuk memerintahkan Menteri Pertanian merevisi Permentan 01/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS).

Karena Permentan itu hanya mengatur TBS yang dijual yang dijual petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal petani bermitra dengan perusahaan hanya 7 persen dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,72 juta ha).

Sebelumnya, permintaan pencabutan larangan ekspor sawit juga datang dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia.

Baca Juga: Survei Indikator Politik: 72 Persen Masyarakat Bilang Harga Minyak Goreng Masih Mahal

Mengutip Kompas.com, permintaan pencabutan tersebut mereka sampaikan melalui surat terbuka yang ditandatangani 17 pengurus Aspekpir Indonesia. Aspekpir menilai tidak ada gejolak dan kelangkaan minyak goreng saat Hari Raya Idul Fitri lantaran telah terpenuhinya stok minyak goreng dalam negeri.

"Karena tujuan sudah tercapai maka saatnya pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan produk turunannya. Kebijakan yang berlaku sejak tanggal 28 April dan sampai sekarang belum dicabut ini sudah menghancurkan ekonomi petani sebagai komponen paling hulu dari rantai pasok minyak kelapa sawit," kata Aspekpir dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden, Minggu (15/5/2022).

"Karena itu kami dari Aspekpir Indonesia minta dengan tegas supaya Bapak Presiden Jokowi segera mencabut larangan ekspor dan jangan ditunda-tunda lagi. Kehidupan petani kelapa sawit jadi taruhan utama. Jangan sampai bapak Jokowi punya legacy buruk sebagai presiden yang menghancurkan perkebunan kelapa sawit," kata mereka.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU