> >

Ini Kata Wakil Sri Mulyani soal Wacana Kenaikan Harga Pertalite dan Elpiji 3Kg

Kebijakan | 20 April 2022, 14:42 WIB
Petugas menata tabung gas LPG berukuran 3 kg di agen gas Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/1/2020). Pemerintah ingin membatasi penyaluran dan penyesuaian harga elpiji 3 kg. (Sumber: KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah kini tengah mengkaji opsi menaikkan harga Pertalite dan Elpiji 3kg. Sinyal kenaikan tersebur pernah disampaikan oleh 2 menteri di Kabinet Kerja. Yaitu Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Harga keduanya perlu dinaikkan, karena harga minyak dunia semakin tinggi. Jika Pertalite dan Elpiji 3kg tetap dijual dengan harga saat ini, akan sangat membebani keuangan negara karena biaya subsidi yang bengkak.

Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan saat ini pemerintah memang sedang berupaya memulihkan perekonomian dari dampak pandemi.

"Saat ini konsentrasi utama kita adalah pemulihan ekonomi Indonesia karena seperti kesimpulan yang sudah disampaikan kita periode recovery lalu tiba tiba terjadi perang Rusia dan Ukraina yang menambah risiko bagi pemulihan ekonomi kita," kata Suahasil dalam konferensi pers virtual APBN Kita, Rabu (20/4/2022).

Baca Juga: Di Forum G20, Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Krisis Pangan akibat Perang Rusia-Ukraina

Di tengah upaya pemulihan ekonomi, pemerintah menghadapi risiko beban keuangan karena kenaikan harga komoditas. Ia menyebut kenaikan harga itu berpotensi menjadi imported inflation.

Sehingga apapun pilihan pemerintah harus dikaji secara hati-hati, dengan mencari titik keseimbangan yang paling pas.

"Di sisi lain kehati-hatian harus diperhitungkan karena kalau terjadi peningkatan harga komoditas maka subsidi kita juga akan meningkat," ujar Suahasil.

"Berapa besar yang harus kita lakukan misalkan subsidi untuk tetap terjalin proses recovery Indonesia pemulihan ekonomi masyarakat tetap," ujarnya.

Sebelumnya, Arifin Tasrif mengatakan pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi.

Baca Juga: Ini Yang akan Terjadi Kalau Tarif PPN, Harga Pertamax, Pertalite, Elpiji 3kg Kompak Naik

"Kalau harga minyak dunia bertahan di level sekarang, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji. Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu," kata Arifin seperti dikutip dari Antara, Senin (18/4/2022).

Ia menjelaskan, berdasarkan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP hanya dipatok sebesar 63 dollar AS per barel. Dengan harga ICP sebesar itu, alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji sekitar Rp130 triliun.

Namun kini harga minyak mentah bertengger di atas 100 dollar AS membuat pemerintah harus menyiapkan kembali dana tambahan sebesar Rp190 triliun untuk subsidi energi.

Di sisi lain,  saat ini harga jual BBM dan elpiji bersubsidi telah berada jauh dari harga keekonomian dampak harga minyak dunia yang terus melambung. Sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana besar untuk subsidi atau dana kompensasi kepada PLN dan Pertamina.

Baca Juga: Dapat Lampu Hijau Dari Kemenhub, Siap-Siap Harga Tiket Pesawat Naik

Arifin pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kemampuan, sehingga alokasi subsidi BBM dan elpiji tidak tergerus dan penyalurannya lebih tepat sasaran.

"Penyalahgunaan BBM subsidi akan menambah beban keuangan negara. Masyarakat diminta ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM subsidi," ujar Arifin.

Ia menyampaikan, pemerintah telah memiliki instrumen hukum untuk menjerat para pelaku penyalahgunaan BBM dan elpiji bersubsidi dengan pidana penjara paling lama enam tahun dengan denda maksimal Rp60 miliar.

Sanksi itu tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
 

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU