Harga Minyak Naik, Subsidi BBM-Listrik Berpotensi Bengkak Jadi Rp320 Triliun
Kebijakan | 18 April 2022, 07:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, naiknya harga minyak dunia berpotensi membuat biaya subsidi energi bengkak. Pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi.
"Kalau harga minyak dunia bertahan di level sekarang, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji. Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu," kata Arifin seperti dikutip dari Antara, Senin (18/4/2022).
Ia menjelaskan, berdasarkan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP hanya dipatok sebesar 63 dollar AS per barel. Dengan harga ICP sebesar itu, alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji sekitar Rp130 triliun.
Baca Juga: Segini Biaya Tol dan BBM Mudik ke Surabaya, Solo, dan Yogyakarta
Namun kini harga minyak mentah bertengger di atas 100 dollar AS membuat pemerintah harus menyiapkan kembali dana tambahan sebesar Rp190 triliun untuk subsidi energi.
Di sisi lain, saat ini harga jual BBM dan elpiji bersubsidi telah berada jauh dari harga keekonomian dampak harga minyak dunia yang terus melambung. Sehingga pemerintah harus mengeluarkan dana besar untuk subsidi atau dana kompensasi kepada PLN dan Pertamina.
Arifin pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kemampuan, sehingga alokasi subsidi BBM dan elpiji tidak tergerus dan penyalurannya lebih tepat sasaran.
Baca Juga: Polda Jawa Timur Bongkar Penyelundupan 4,5 Ton BBM Subsidi yang Dijual Kembali dengan Harga Mahal
"Penyalahgunaan BBM subsidi akan menambah beban keuangan negara. Masyarakat diminta ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM subsidi," ujar Arifin.
Ia menyampaikan, pemerintah telah memiliki instrumen hukum untuk menjerat para pelaku penyalahgunaan BBM dan elpiji bersubsidi dengan pidana penjara paling lama enam tahun dengan denda maksimal Rp60 miliar.
Sanksi itu tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara