Ekonom Saran Kendaraan Pemerintah dan BUMN Dilarang Minum Pertalite
Ekonomi dan bisnis | 4 April 2022, 08:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kenaikan harga Pertamax diprediksi akan membuat masyarakat beralih menggunakan Pertalite. Padahal, Pertalite baru saja ditetapkan menjadi BBM Penugasan menggantikan Premium, yang artinya disubsidi pemerintah.
Jika migrasi besar-besaran terjadi, anggaran subsidi pemerintah akan jebol tahun ini. Sedangkan pemerintah juga membutuhkan dana besar untuk memulihkan ekonomi akibat Pandemi Covid-19. .
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pergeseran konsumsi ke Pertalite bisa ditekan dengan sejumlah cara. Diantaranya, dengan melarang kendaraan pemerintah dan BUMN untuk mengisi BBM bersubsidi.
Selain itu, pemerintah dan Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.
"Misalnya, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat," kata Joshua dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (4/4/2022).
Baca Juga: Penyebab Solar Langka: Kendaraan Industri Ikut Antri di SPBU demi Solar Subsidi
Di sisi lain, Joshua mengapresiasi langkah pemerintah menahan harga Pertalite, untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas," tutur Joshua.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Energi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, pemerintah bisa membatasi jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi.
"Misalnya, Pertalite berada di wilayah perdesaan, sedangkan kawasan perkotaan semuanya Pertamax," ucap Yayan dikutip dari Antara, Senin (4/4).
Pertalite bisa tetap berada di perkotaan, lanjut Yayan, namun hanya untuk transportasi umum.
Baca Juga: Kenaikan Harga Minyak Dongkrak Ekspor Mobil Toyota
"Kuotanya terbatas untuk transportasi publik," sebut Yayan.
Pertamina menetapkan harga Pertamax bervariasi sesuai wilayah. Untuk wilayah Nanggroe Aceh Darussalam, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dari yang sebelumnya Rp9000 per liter naik menjadi Rp 12.500 per liter.
Lalu untuk wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat dari yang sebelumnya Rp 9200 per liter naik menjadi Rp 12.750 per liter.
Kemudian untuk wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Kodya Batam (FTZ) dari yang sebelumnya Rp 9.400 per liter menjadi Rp 13.000 per liter.
Sementara itu, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting menyatakan, bahwa produk BBM seperti Pertalite dan Solar Subsidi yang dikonsumsi sebesar 83 persen oleh sebagian besar masyarakat, tidak mengalami perubahan harga.
Baca Juga: Pertamax dan PPN Naik Jelang Puasa, Ekonom: Inflasi Tinggi, Bunga Kredit Mahal
"Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya," kata Irto lewat siaran pers, Kamis (31/3/2022) malam.
Di sisi lain, naiknya harga Pertamax akan memiliki untuk migrasi konsumsi BBM ke Pertalite. Hal tersebut sudah diproyeksikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, hingga Februari 2022 saja ealisasi penyaluran Pertalite sudah sebesar 4,258 juta kiloliter. Jumlah itu melebihi kuota 18,5 persen terhadap kuota year to date Februari 2022.
Sementara hingga akhir tahun ini, realisasi penyaluran Pertalite akan lebih dari 15 persen dari kuota awal yang ditetapkan pemerintah, sebesar 23 juta kiloliter.
Baca Juga: Mahfud MD soal Kasus BLBI: Pokoknya Kami Sita Dulu, Anda Silakan Berdebat
"Jika diestimasikan melalui normal skenario, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15 persen dari kuota normal menjadi 26,5 juta KL," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (29/3/2022).
Apalagi dengan ditetapkannya Pertalite sebagai BBM Penugasan menggantikan Premium. Stoknya akan lebih mudah ditemui masyarakat di seluruh Indonesia, sehingga tingkat konsumsinya akan meningkat.
Sampai saat ini pemerintah menjaga harganya di level Rp7.650 per liter. Angka itu sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Sementara itu, pasokan Pertalite yang tersedia saat ini sebanyak 1,157 juta kiloliter. Cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama dua pekan ke depan atau tepatnya 15,7 hari.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Antara