Petani Cemaskan Ketentuan Impor Pangan yang Dihapus dalam UU Cipta Kerja
Ekonomi dan bisnis | 10 Februari 2022, 01:06 WIBPembentuk UU diperintahkan untuk memperbaikinya dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan.
Apabila dalam tenggang waktu itu tidak diperbaiki, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Terkait hal itu, Presiden Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan menilai, kendati telah diputuskan bermasalah dari sisi hukum, implementasi kegiatan masih berjalan.
Dampak yang dikhawatirkan adalah terkait perjanjian kemitraan dagang yang berpotensi merugikan petani di dalam negeri.
Perjanjian tersebut, lanjutnya, salah satu tujuannya adalah agar negara-negara yang bermitra saling membuka keran impor dengan mengurangi sebanyak-banyaknya hambatan impor.
Menurut Agusdin, ancaman UU Cipta Kerja di sektor pertanian nyata.
Karena pada kenyataannya, daya saing petani di Indonesia terbilang kurang.
Produk dari negara-negara lain yang lebih baik dalam menyubsidi pertaniannya bakal menggusur hasil panen petani dalam negeri.
Sebelum itu, Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, Eddy Purnomo mengatakan, terkait dengan impor pangan sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko beserta turunannya.
”Substansinya tidak berubah dengan kondisi sebelum diberlakukan UU Cipta Kerja,” ujarnya, Selasa (8/2/2022).
Mengenai revisi substansi dalam UU Cipta Kerja di sektor pertanian, Eddy menilai, memang perlu evaluasi menyeluruh.
Namun, ia belum tahu apakah perbaikan tetap di Kemenko Bidang Perekonomian, sebagai leading sector atau tidak.
Baca Juga: Tak Ingin Melulu Tanam Beras Putih, Petani Kedurus Subur Akhirnya Panen Beras Merah
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV/Kompas.id