Faisal Basri Soal Minyak Goreng: Ada Faktor yang Luput dari Pemerintah
Ekonomi dan bisnis | 4 Februari 2022, 15:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyatakan, pemerintah tidak bisa mencari akar masalah naiknya harga minyak goreng.
Hal itu menyebabkan pemerintah tidak bisa membuat kebijakan yang bisa membuat harga komoditas tersebut terjangkau dan pasokannya aman.
Faisal menjelaskan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga minyak goreng pada Desember 2021 naik 34 persen dibandingkan Desember tahun sebelumnya.
Pada Desember 2020 harga eceran minyak goreng Rp15.792 per liter, sedangkan pada Desember 2021 sudah mencapai Rp21.125 per liter.
Saat itu pemerintah menyebut, minyak goreng naik karena permintaan yang tinggi namun pasokan nya terganggu. Kemudian kebijakan minyak goreng satu harga pun diterapkan.
Baca Juga: Usut Dugaan Kartel, KPPU Panggil 4 Produsen Besar Minyak Goreng Hari Ini
"Kebijakan yang baik dan efektif ditentukan oleh kepiawaian pemerintah mendiagnosis penyebab kenaikan harga. Pasar tidak bisa dikomando secara serampangan," kata Faisal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/2/2022).
Pemerintah juga menduga ada kebocoran ekspor CPO sebagai bahan baku minyak goreng. Di sisi lain, walaupun harga minyak sawit dunia melonjak, volume ekspor CPO dan turunannya hanya naik sangat tipis dari 34,0 juta ton tahun 2020 menjadi 34,2 juta ton tahun 2021.
Kenaikan sangat tipis volume ekspor beriringan dengan penurunan produksi CPO dari 47,03 juta ton tahun 2020 menjadi 46,89 juta ton tahun 2021.
"Mengapa harga minyak goreng melonjak padahal produksi dan ekspor CPO–yang menjadi bahan baku utama minyak goreng–hanya naik sangat tipis? Ditambah lagi, permintaan minyak goreng tidak mengalami lonjakan," ujar Faisal.
Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV