Peneliti Sebut Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Bisa Ganggu Iklim Investasi
Kebijakan | 3 Desember 2021, 17:33 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) Cipta Kerja dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan membahayakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, lewat keterangan tertulisnya, Jumat (3/12/2021).
Menurutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi seperti ini berpotensi membuat iklim investasi Indonesia menjadi stagnan, karena investor akan terdorong mengambil langkah wait and see, setidaknya untuk dua tahun ke depan.
“Hal itu karena beberapa aturan turunan masih diperlukan untuk menjadi acuan implementasi UU Cipta Kerja. Padahal, aturan turunannya tidak lagi dapat dikeluarkan sampai dua tahun mendatang,” terangnya.
Pingkan menuturkan, aliran modal asing menjadi salah satu faktor penting dalam menopang neraca transaksi berjalan.
Pembangunan infrastruktur yang masif di beberapa wilayah di Indonesia seringkali juga disebut-sebut sebagai salah satu faktor pendorong agresifnya Indonesia dalam mengejar aliran modal asing.
Baca Juga: Sebut UU Cipta Kerja Tetap Berlaku, Mahfud MD: Kata Siapa Tidak Bisa Diterapkan?
Oleh karena itu, konsistensi regulasi dan kestabilan iklim sosial politik diperlukan untuk menunjang pertumbuhan iklim investasi di Indonesia ke depan.
Kedua hal itu pun disebutnya, menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia, khususnya dengan status UU Cipta Kerja saat ini.
Dalam sembilan bulan pertama pada tahun 2021, Indonesia mencatatkan realisasi kumulatif investasi sebesar Rp659,4 triliun dengan Rp216,7 triliun diserap dalam triwulan ketiga.
Total target investasi yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk tahun 2021 adalah sebesar Rp900 triliun.
“Pemerintah perlu terus bersinergi dan secara serius berkomitmen untuk melakukan perbaikan secara legal formal,” kata Pingkan.
Mengingat, keterlibatan pemangku kepentingan nonpemerintah perlu terus dilakukan agar dapat menjaring aspirasi masyarakat dan sebagai bentuk transparansi.
Bukan hanya merevisi aturan-aturan saja, pemerintah perlu melakukan review atas regulasi yang sudah ada dan melihat relevansinya dengan kebutuhan saat ini.
“Aturan yang sudah tidak dibutuhkan sebaiknya dihapuskan. Jangan menambah beban regulasi," tegasnya.
Selain itu, implementasi Online Single Submission (OSS) juga harus terus diperbaiki karena nyatanya belum terintegrasi di semua daerah.
Pemerintah pun perlu berupaya mensinergikan sistem OSS agar pencapaiannya lebih efektif dalam mempermudah proses perizinan dan pengurusan berkas-berkas terkait investasi.
Baca Juga: Soal UU Cipta Kerja, Hakim MK: Satu Saja Terbukti Itu Sudah Cacat Formil, Ini Ada Empat, Agak Berat
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV