Dinilai Belum Jelas, Pelaku Swasta Ragu Berinvestasi di Kawasan Ibu Kota Baru
Ekonomi dan bisnis | 18 Juni 2021, 03:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pelaku swasta masih ragu untuk berinvestasi di kawasan ibu kota baru. Pasalnya, regulasi terkait pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur tersebut masih belum jelas.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan hanya 1 persen anggaran pengembangan IKN baru yang diambil dari APBN. Sisanya adalah pembiayaan dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan swasta.
IKN diproyeksikan akan mengembangkan ekonomi regional menjadi USD180 miliar dan menciptakan 4,3 juta-4,8 juta lapangan pekerjaan di Kaltim pada 2045.
Melansir dari laman Kompas.id (17/6/2021), menurut Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR Boby Ali Azhari, basis hukum sangat penting dalam pembangunan IKN.
Saat ini, proses perundang-undangan IKN sudah di Sekretariat Negara dan diharapkan segera disampaikan ke DPR untuk dibahas. Ia juga mengakui, pemindahan ibu kota tidak hanya pemindahan bangunan, tetapi juga wajib memperhitungkan aspek kehidupan.
Baca Juga: Pelaku Swasta Butuh Kepastian Regulasi Pemindahan Ibu Kota Baru
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Hendricus Andy Simarmata menilai, diperlukan perencanaan luar biasa untuk mengembangkan IKN. Biaya pematangan lahan dan pembangunan infrastruktur pendukung akan sangat besar, di samping biaya operasional dan pemeliharaan.
Pemerintah diminta tidak terjebak pada periode waktu administrasi sehingga terburu-buru membangun infrastruktur dan bangunan perkotaan yang industrialis di tengah pandemi Covid-19.
”Dengan ruang dan waktu yang tidak ideal, jika kebijakan IKN harus tetap dilaksanakan, butuh rencana luar biasa yang mengubah kelemahan menjadi kekuatan. Sampai saat ini, kami belum mendapat gambaran utuh terkait perencanaan ini,” kata Andy.
Adapun, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai, partisipasi dunia usaha menjadi motor utama dalam pemindahan IKN. ”Namun, tanpa kepastian undang-undang IKN dan aturan turunan, investor tidak mungkin nyaman untuk masuk (investasi),” katanya.
Pemindahan IKN yang hanya didasarkan pertimbangan politis dinilai dapat menimbulkan masalah. Ia menyoroti risiko pemindahan IKN terhadap sumber daya manusia dan alam.
Pemerintah perlu mempertimbangkan risiko ketimpangan baru dan konflik antara penduduk lokal dan pendatang, termasuk etos kerja. ”Ini kesempatan emas kita mendengar suara masyarakat dan menerjemahkan dalam bentuk perencanaan,” ujar Hetifah.
Baca Juga: Kementerian Perhubungan Gandeng UGM Kembangkan Aerotropolis di Wilayah Ibu Kota Baru
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV