Curiga Ada Maladministrasi, Ombudsman Minta Impor Beras Ditunda
Ekonomi dan bisnis | 25 Maret 2021, 13:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Ombudsman RI meminta pemerintah menunda impor beras 1 juta ton. Lantaran, Ombudsman menduga adanya maladministrasi terkait mekanisme pengambilan kebijakan impor.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya meminta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menunda impor beras hingga akhir Mei 2021.
Yaitu sampai data hasil panen raya yang valid didapatkan, sehingga bisa menghitung berapa kebutuhan cadangan beras Bulog.
"Ombudsman meminta Kemenko Perekonomian untuk melaksanakan rakortas (rapat koordinasi terbatas) guna menunda keputusan impor hingga menunggu perkembangan panen dan pengadaan oleh Bulog pada awal Mei,” kata Yeka dalam konferensi pers virtual, yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (25/3/2021).
Baca Juga: Soal Impor Beras, Mendag: Kalau Memang Saya Salah, Saya Siap Berhenti
Menurut Yeka, seharusnya rencana impor diputuskan berbasiskan data yang valid dengan memperhatikan early warning system atau sistem peringatan dini.
"Sehingga kami melihat bahwa ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan kebijakan impor," ujarnya.
Ombudsman RI juga melihat adanya maladministrasi dalam manajemen stok beras di Perum Bulog. Penyerapan beras yang lebih besar dibanding penyaluran, membuat stok beras Bulog menumpuk.
Bulog ditugaskan untuk terus menyerap beras tapi kesulitan dalam menyalurkannya karena tak lagi terlibat dalam program bansos rastra. Padahal program ini mampu menyalurkan beras Bulog sebanyak 2,6 juta ton per tahun.
Baca Juga: IKM Konveksi Garmen Minta Safeguards Impor Produk Jadi Tekstil Diterapkan
"Hal itu membuat penyaluran beras Bulog utamanya hanya mengandalkan operasi pasar. Alhasil banyak beras yang tersimpan cukup lama di gudang dan alami turun mutu, " jelas Yeka.
Saat ini diperkirakan sebanyak 400.000 ton dari stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog berpotensi turun mutu. Beras itu berasal dari pengadaan dalam negeri selama 2018-2019 dan sisa importasi di 2018.
Bila separuh dari beras turun mutu itu tak layak konsumsi, lanjut Yeka, maka negara berpotensi alami kerugian sebesar Rp 1,25 triliun.
"Ini yang jadi fokus Ombudsman dalam kebijakan beras. Sebab hal ini berpotensi merugikan negara dan bisa jadi ujungnya mematikan Perum Bulog sendiri," tambahnya.
Baca Juga: Stok Melimpah, Gubernur Khofifah Tegaskan Jatim Tak Perlu Impor Beras
Sampai saat ini, Ombudsman menilai belum ada indikator yang mengharuskan impor beras. Baik itu dari sisi produksi maupun harga beras.
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, produksi beras sepanjang Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton. Jumlah itu naik 3,08 juta ton atau 26,84%, dibanding periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton.
Sementara, data Kementerian Perdagangan menyebutkan, total stok beras nasional saat ini mencapai lebih dari 5 juta ton. Sehingga, stok beras nasional diyakini masih relatif aman.
Baca Juga: Petambak Garam Minta Pemerintah Jangan Berpihak ke Importir Besar
Yaitu terdiri dari Bulog 883.585 ton, penggilingan 1 juta ton, Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) 30.600 ton, lumbung pangan masyarakat (LPM) 6.300 ton, rumah tangga 3,2 juta ton, serta hotel, restoran, kafe (horeka) 260.200 ton.
Begitu pula dari sisi harga beras nasional yang berhasil terjaga stabil dalam tiga tahun terakhir atau sejak pertengahan 2018 hingga 2020.
“Merujuk data stok pangan dan potensi produksi beras nasional di 2021, Ombudsman menilai bahwa stok beras nasional masih relatif aman, dan tidak memerlukan impor dalam waktu dekat ini,” tandasnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV