> >

Fitch Pertahankan Peringkat Utang Indonesia di Level Investment Grade

Ekonomi dan bisnis | 23 Maret 2021, 09:05 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (Sumber: Dok. Bank Indonesia)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade), dengan outlook stabil pada 19 Maret 2021. 

Fitch menyebutkan dampak pandemi terhadap APBN Indonesia tidak separah negara peers, yaitu negara lainnya yang berada dalam peringkat BBB.

Menurut Fitch, faktor kunci yang mendukung peringkat Indonesia adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang rendah, meskipun meningkat.

Di sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi Indonesia. Yaitu ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal yang masih tinggi, penerimaan pemerintah yang rendah, dan produk domestik bruto (PDB) per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara lain dengan peringkat yang sama.

Baca Juga: Ini Rincian Sumber Utang Pemerintah yang Capai Rp 6.000 T

Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook Stabil (Investment Grade) pada 10 Agustus 2020.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, keputusan Fitch itu adalah bentuk pengakuan dari para pemegang kepentingan (stakeholder) internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19.

Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat baik secara nasional maupun antar lembaga anggota komite stabilitas sistem keuangan (KSSK). Yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

" Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta terus bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional, " kata Perry dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.TV, Senin (22/03/ 2021).

Baca Juga: Diangkat Jadi Wakil Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah, Ini Kata Puan

Riset Fitch memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih bertahap mencapai 5,3% pada 2021 dan 6% pada 2022. Pemulihan itu didorong oleh stimulus pemerintah dan ekspor yang juga didukung perbaikan harga komoditas.

Pemulihan akan bergantung pada penanganan penyebaran Covid-19 khususnya melalui percepatan vaksinasi.

Dalam jangka menengah, Fitch memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh implementasi Undang Undang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menghapus berbagai hambatan investasi.

Fitch juga mencatat pembentukan Indonesia Investment Authority sebagai langkah untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun ke depan. 

Baca Juga: Viral Video Pahlawan di Uang Kertas Diedit Bernyanyi, Begini Tanggapan Bank Indonesia

Fitch memperkirakan, defisit APBN akan sedikit menurun menjadi 5,6% pada 2021 dari 6,1% pada 2020, sejalan dengan target yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan untuk 2023, pemerintah berkomitmen untuk memenuhi batas atas defisit APBN 3%.

Pada 2021, belanja pemerintah tetap difokuskan pada upaya untuk mengurangi dampak krisis kesehatan. Tercermin pada peningkatan alokasi belanja untuk belanja kesehatan dan bantuan untuk rumah tangga dan sektor usaha.  Yaitu dari 3,8% pada 2020 menjadi 4,2% pada tahun ini.

Sementara dari sisi penerimaan, Fitch memperkirakan rasio penerimaan pemerintah akan membaik. Yaitu menjadi 12,3% dan 12,8% dari PDB untuk 2021 dan 2022.

Baca Juga: Uang Baru Pecahan Rp 75.000 Kini Bisa Ditukar Sebanyak-banyaknya

Fitch menilai, dukungan BI atas pembiayaan APBN telah membantu mengurangi biaya bunga dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Namun, Fitch menyarankan langkah itu hanya sementara, agar investor tidak meragukan kredibilitas kebijakan moneter BI.

Untuk merespon pandemi, BI telah menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 150bps sejak awal 2020, melonggarkan kebijakan makroprudensial, dan menambah likuiditas bagi sistem perbankan.

Cadangan devisa juga meningkat mencapai US$ 138,8 miliar pada akhir Februari 2021 dari US$ 121 miliar pada akhir Maret 2020. Defisit transaksi berjalan juga berkurang, dari 2,7% PDB pada 2019 menjadi 0,4% PDB pada 2020.

Penulis : Dina Karina Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU