Eril Masih Hilang di Sungai Aare, Perilaku 'Tak Masuk Akal' Warganet Indonesia Disayangkan Pengamat
Bbc indonesia | 31 Mei 2022, 22:05 WIBAksi warganet Indonesia yang berbondong-bondong memberikan ulasan buruk Sungai Aare, Swiss, di pencarian Google menjadi sorotan sejumlah media Eropa. Salah satu di antaranya menyebut fenomena itu "sangat tidak masuk akal". Kesantunan dan kesopanan warganet Indonesia dalam bermedia sosial juga digarisbawahi.
Pengamat media sosial Enda Nasution "menyayangkan" reaksi beragam netizen menyikapi insiden yang menimpa putra Ridwan Kamil, Emmeril Khan Mumtadz. Enda memandang komentar-komentar yang aneh dan ulasan buruk itu "bagian dari ekspresi emosional" publik Indonesia.
Kendati begitu, Enda tak bisa memungkiri bahwa warganet di Indonesia, "perlu literasi digital".
"Di satu sisi iya kita punya suatu isu tentang kesantunan dan kesopanan, bagaimana kita berinteraksi di media sosial, tapi di sisi lain, menurut saya ada konteks yang berbeda dari komentar negatif di Aare river itu, karena ini bagian dari sebuah peristiwa yang menurut saya sangat tragis dan sangat tidak biasa," kata Enda kepada wartawan BBC News Indonesia, Ayomi Amindoni, Selasa (30/05).
"[Itu adalah] kesedihan, mungkin keterkejutan atau keheranan masyarakat bisa terjadi musibah seperti ini," ujar Enda kemudian.
Komentar Enda mengemuka setelah warga +62 - julukan untuk netizen Indonesia - menyerbu laman Sungai Aare di pencarian Google, meninggalkan komentar negatif dan rating buruk, seakan-akan arus sungai sepenuhnya harus disalahkan atas tragedi itu.
Banjir ulasan buruk sempat menurunkan peringkat lokasi itu menjadi 3.7.
Baca juga:
- Rusia invasi Ukraina, mayoritas publik Indonesia kagumi Putin, pakar khawatir 'bangsa kita dicap hipokrit'
- Penghapusan podcast Deddy Corbuzier dianggap 'membenarkan' sentimen dan diskriminasi terhadap LGBTQ
- Penolakan bendera LGBT+ di Kedubes Inggris, 'kurangnya pengetahuan dan faktor kebencian', kata aktivis
Emmeril Khan Mumtadz, yang akrab disapa Eril, tiba-tiba terbawa arus di Sungai Aare - yang menjadi salah satu destinasi wisata di Bern, Swiss - saat berenang bersama saudara perempuan dan teman-temannya pada Kamis (26/05).
Ia berada di negara itu untuk mengejar gelar pascasarjana.
Pencarian pria berusia 23 tahun itu hingga kini masih dilakukan pihak berwenang Swiss, lima hari setelah Eril dinyatakan hilang.
Terbaru, di tengah pencarian putranya di Swiss, Ridwan Kamil bertemu dengan warga Swiss yang pada saat kejadian membantu adik perempuan Eril dan temannya naik ke daratan dari arus sungai yang deras.
'Tempat makan tumbal'
Kabar hilangnya Eril yang tiba-tiba memicu banyak warganet memberikan simpatinya pada keluarga Ridwan Kamil.
Akan tetapi, seiring dengan pencarian Eril yang berlangsung selama berhari-hari, simpati itu beralih menjadi aksi warganet yang memberikan ulasan buruk terhadap Sungai Aare di Google.
Selain rating buruk, sejumlah warganet juga memberikan komentar tentang sungai tersebut, dengan beberapa di antaranya menyebut sungai itu "tidak ramah untuk turis", "memakan korban", bahkan "tempat makan tumbal".
Komentar lain yang tidak relevan juga bertebaran di laman pencarian sungai itu.
Salah satu komentar warganet berkata, "bagusan sungai Ciliwung ke mana-mana", dan "kecewa sudah buat kang Ridwan Kamil sedih".
Komentar-komentar semacam itu kontan menuai respons dari publik Indonesia, yang menganggapnya sebagai "minim empati" dan "miskin edukasi".
Pengguna Twitter lain menyinggung fenomena ini dengan fakta bahwa Indonesia dipandang sebagai "pengguna internet paling tidak sopan".
Hasil riset Microsoft dalam laporan bertajuk 'Digital Civility Index (DCI)' menempatkan netizen Indonesia pada peringkat 29 dari 32 negara untuk tingkat kesopanan netizen di Asia Tenggara.
Aksi netizen Indonesia pun menjadi sorotan sejumlah media Eropa yang meliput insiden tersebut.
Blick, media Swiss berbahasa Jerman pun menerbitkan artikel tentang "ulasan buruk Google untuk Aare" pada 28 Mei lalu.
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : BBC