Haris Azhar dan Fatia Jadi Tersangka, 'Siap Minta Maaf Asalkan Luhut Paparkan Data Tandingan'
Bbc indonesia | 22 Maret 2022, 20:34 WIBDua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, menjalani pemeriksaan perdana pada Senin (21/03) sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kasus ini berawal dari unggahan video di kanal Youtube pribadi milik Haris yang mengungkap hasil riset adanya dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang dan operasi militer di Papua.
Pengacara kedua aktivis menyebut penersangkaan ini membuktikan bahwa kajian tersebut benar, setidaknya jika melihat bahwa hingga kini pihak Luhut tidak juga mengeluarkan informasi bantahan.
Kabid humas Polda Metro Jaya mengklaim penetapan status tersangka Haris dan Fatia sesuai fakta hasil penyidikan dan tidak ada unsur politis. Keduanya dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walau polisi tidak merinci pasal apa yang ditersangkakan kepada mereka.
Baca juga:
- Luhut somasi sejumlah aktivis karena 'dituduh fitnah', pengamat sebut pemerintah 'anti kritik dan otoriter'
- Kebebasan berekspresi tahun 2020 'makin mundur karena represi aparat', pemerintah klaim perlindungan HAM 'sudah jelas dan tetap kokoh'
- Kritik 'Jokowi 404: Not Found' berujung penghapusan mural: 'mengapa kita tidak boleh protes?'
Apa yang menjadi dasar pelaporan?
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, melaporkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik perihal video yang diunggah akun YouTube Haris Azhar pada Agustus 2021.
Di video berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!" itu sejumlah kelompok masyarakat sipil seperti Walhi Papua, YLBHI, Pusaka Bentara Rakyat, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia memaparkan hasil riset mereka.
Pertama bahwa operasi militer di Papua merupakan upaya ilegal.
Kedua, ada indikasi keterkaitan antara bisnis tambang dan penerjunan militer ke Papua. Di mana ada empat perusahaan yang terindikasi menguasai konsesi lahan tambang di Blok Wabu, satu di antaranya disinyalir terkait dengan Luhut Pandjaitan.
Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan kliennya keberatan atas dua hal; penggunaan judul di akun YouTube tersebut dan juga kalimat dalam obrolan di video yang menyebut "Luhut bermain tambang di Papua."
Menurut dia, dua hal itu membentuk opini yang tendensius, mencemarkan nama baik, serta menyebarkan berita bohong.
Itu mengapa pihaknya melayangkan somasi dan meminta keduanya meminta maaf.
Namun Luhut merasa jawaban Fatia dan Haris dalam somasi tidak memuaskan sehingga keduanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baik.
Ada kejanggalan dalam proses hukum
Setelah hampir enam bulan, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik pada 17 Maret 2022.
Tapi pengacara Haris dan Fatia, Julius Ibrani menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kedua kliennya.
Pertama, tim kuasa hukum tidak mengetahui bukti yang dikantongi penyidik untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Sebab sampai saat ini pihak Luhut Panjaitan tidak pernah memaparkan data atau informasi tandingan yang membantah hasil kajian para kelompok sipil masyarakat tersebut.
"Kami tidak tahu sampai sekarang basis penersangkaan itu apa? Dua alat bukti yang menyasar bahwa riset itu tidak benar apa?" kata Julius Ibrani kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (21/03).
Bagi Julius, ketiadaan bantahan data dari Luhut itu justru menunjukkan laporan riset kliennya benar adanya.
Kedua, dalam kasus yang membelit Haris dan Fatia, penyidik mengabaikan SKB Tiga Menteri soal pedoman implementasi UU ITE.
Padahal dalam pedoman itu ada pengecualian pemidanaan jika konten berisi penilaian, pendapat, hasil evaluasi, maupun fakta.
Menurut Julius, video yang diunggah oleh akun Haris Azhar masuk dalam pengecualian tersebut. Sebab apa yang disampaikan dalam laporan itu berdasarkan hasil riset dan data di lapangan.
"Data-data itu kami ambil dari seluruh instansi yang terkait, badan hukum yang relevan, dan perusahaan terkait. Kalau misalnya data dari Kemenhukam enggak benar, ya berarti Kemenhukam kita tunjuk kenapa data ini enggak benar, kami unduh data itu dari mereka kok."
Penulis : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC